Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

20 Tahun Jual Bambu, Kakek Suparmin Tetap Bersyukur Meski Sepi Pembeli

Suparmin, seorang kakek 77 tahun yang telah dua dekade berjualan bambu di Kota Metro. | Anggi/jejamo.com

Jejamo.com, Kota Metro – Seulas senyum ramah sesekali mengembang dari raut wajah kakek berbaju merah yang berdiri sambil menyandarkan tangannya di atas meja. Ia menatap hilir mudik kendaraan yang melintas tepat di depannya, di kompleks Pasar Pagi Kopindo, Jalan Imam Bonjol Kelurahan Imopuro, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

Suparmin namanya. Kakek kelahiran 1945 itu berteduh di bawah warung pakan ternak miliknya dari terik matahari yang siang itu terasa membakar kulit.

Sehari-hari pria yang akrab disapa Pak Min itu dikenal sebagai penjual bambu. Selain itu, dia juga adalah pemilik warung kecil yang biasanya menjual pakan ternak ayam eceran dan gas elpiji berukuran 3 kilogram.

“Silakan duduk dulu sini,” ucap Pak Min kepada saya saat saya bertandang ke lapak dagangnya, Selasa, 16/8/2022.

Setelah sekitar 5 menit kami berbincang saling memperkenalkan diri, saya meminta izin kepadanya untuk melakukan wawancara. Ia pun membolehkan.

Pak Min mengaku telah lebih dari 20 tahun menjual bambu di pinggir saluran irigasi di kawasan Pasar Pagi Kopindo. Menurutnya, tiap bulan kemerdekaan Agustus datang maka penjualan batang bambunya naik. Para pembelinya butuh bambu untuk dipakai sebagai tiang bendera atau umbul-umbul.

Bambu yang menjadi barang jualan Suparmin di sisi irigasi Kota Metro. | Anggi/Jejamo.com

Namun, Agustus ini tak seperti tahun-tahun sebelumnya. Penjualan bambu Pak Min masih sepi. Padahal puncak peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia tinggal menyisakan satu hari.

“Tahun ini sepi peminatnya. Biasanya bambu umbul-umbul itu 300 batang habis, tahun ini paling cuma 150 batang saja, itu juga saya sediakan dari Juli kemarin,” kata Pak Min.

“Untung kotor per batang itu Rp3 ribu, biasanya saya pesan dari Bedeng 23 di Metro Utara,” timpalnya sambil mengusap-usap dahinya yang berkeringat.

Meski begitu, Pak Min tetap bersyukur. Dia yang telah ditinggal wafat istrinya 3 tahun lalu sudah terbiasa dengan hal-hal semacam itu.

“Yah, seenggaknya untung jualan bambu bulan ini lebih baik dari pada hari-hari biasa. Karena, hari biasanya itu bambu jarang laku,” tandasnya lirih.

Pak Min hanya mampu berserah diri kepada Allah. Meski penjualannya sedang tidak baik-baik saja, setidaknya dengan berjualan bambu dia bisa mengusir kesepian melalui aktivitasnya.(*)[Anggi]

Populer Minggu Ini