Jejamo.com, Bandar Lampung – Dalam periodeĀ 2012 hingga 2016, jumlah desa berkategori sangat rentan pangan di Provinsi Lampung mengalami penurunan dari 172 desa sangat rentan pangan menjadi 101 desa. Sedangkan jumlah desa rentan pangan dari 512 desa menjadi 312 desa.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Lampung Kusnardi mengatakan, penurunan jumlah desa sangat rentan dan rentan tersebut setelah program kawasan ketahanan mandiri pangan (KMP) digalakkan.
āKMP kegiatannya pemberdayaan masyarakat, penguatan kelompok, dan kelembagaan,ā kata Kusnardi di Bandar Lampung, Jumat (25/8).
Ia mengatakan KMP merupakan perluasan skala usaha dengan menggabungkan semua potensi desa yang berdekatan. Strategi pengembangan KMP yang dikembangkan Pemprov Lampung dibagi lima tahapan yang dimulai sejak 2015.
Pada tahap persiapan di 2015, difokuskan pada seleksi lokasi, apresiasi pengembangan kawasan, pelatihan, dan pendampingan. Seleksi lokasi berdasarkan peta ketahanan dan kerentanan pangan.
Pada tahap kedua di tahun 2016, fokus pada penumbuhan dan pengembangan usaha budidaya tanaman, pemeliharaan ternak ikan oleh kelompok. Kegiatan ini memanfaatkan dana Rp 100 juta per kelompok. Program ini dilanjutkan pada tahap pengembangan juga dengan dana Rp 100 juta yang fokus pada pengolahan hasil dan pusat pemasaran bersama.
“Program ini nantinya berlanjut pada tahap kemandirian dan keberlanjutan, sehingga benar-benar desa yang rentan menjadi tahan pangan,” kata Kusnardi.
Pemprov Lampung menajamkan program KMP setelah terlepas dari status sangat rentan dan rentan, untuk menciptakan banyak kawasan menjadi tahan pangan, hingga akhirnya terwujud berdaulat secara pangan. Program unggulan Pemprov Lampung seperti Gerbang Desa Saburai juga diarahkan pada desa-desa sangat rentan dan rentan pangan.
Pada kurun waktu tahun 2012-2016, dana yang dikucurkan untuk mengentaskan desa sangat rentan pangan dan rentan pangan mencapai Rp 73,6 miliar. Program ini menjangkau 97 desa dan 7.660 rumah tangga di 15 kabupaten dan kota. Strategi yang diterapkan dengan membentuk 383 kelompok afinitas. Sebanyak 145 (37 persen) di antaranya di bidangĀ on farmĀ seperti budidaya pertanian, peternakan itik, budidaya ikan, penggemukan sapi, kerbau, kambing, dan sarana produksi pertanian.
Kemudian, 121 kelompok afinitas di bidangĀ off farmĀ seperti pengolahan hasil pertanian, industri rumah tangga keripik pisang, gula aren, dan kopi bubuk. Ada juga 117 kelompok (34 persen) yangĀ non-farmĀ seperti usaha simpan pinjam, produksi batu-bara, dan geribik. Proses pengentasan desa-desa ini masih berjalan dengan mengucurkan dana Rp 100 juta per desa.(*)