Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Anggota DPRD Tanggamus Sosialisasi Perda Perlindungan Produk Lokal

Anggota Komisi III DPRD Tanggamus menyosialisasikan Perda Perlindungan Produk Lokal, Selasa, 4/8/2020. | Zairi/Jejamo.com

Jejamo.com, Tanggamus – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanggamus melakukan sosialisasi Perda Perlindungan Produk Lokal di kebun alpukat milik Raden Jaya di Pekon Banjar Negeri Kecamatan Gunung Alip, Selasa, 4/8/2020.

Anggota Komisi III DPRD Tanggamus dari Fraksi Partai Nasdem, Jhoni Wahyudi mengatakan, semua angota dewan diwajibkan untuk menyosialisasikan Perda No 3 tahun 2019 tentang Perlindungan Produk Lokal kepada masyarakat.

Menurut Jhoni, perlindungan produk lokal diperlukan untuk melindungi produk lokal yang memiliki kekhasan daerah, termasuk meningkatkan daya saing.

Dia juga mengatakan, Kabupaten Tanggamus memiliki produk lokal, berupa hasil pertanian dan industri yang memiliki corak kekhasan dan keunggulan yang sangat berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Tanggamus khususnya.

Pada pasal 24, Jhoni menjelaskan, setiap orang dan badan yang memproduksi produk lokal diprioritaskan diberi insentif/bantuan berupa sarana dan prasarana produksi produk lokal, pemberian subsidi dalam penyedian bahan baku, dan pemberian kemudahan dalam mengakses informasi teknologi.

Selain itu juga diberikan pembinaan secara terpadu dan tepat sasaran, melalui penyuluhan, kursus, diakusi dan pelatihan kerja oleh perangkat daerah. “Juga diberikan sertifikat produk lokal oleh lembaga sertifikasi yang ditunjuk pemerintah,” jelas Jhoni.

Pemilik kebun alpukat Wenni Efwan kepada Jejamo.com mengatakan, melihat prospek budidaya alpukat sangat menjanjikan. Dia berspekulasi menghabiskan tanaman kelapa dan cengkih yang memang sudah ada dan menggantinya dengan menanam 200 batang alpukat di lahan dengan luas 1 hektare.

Menurutnya, alpukat tanaman padat yang usianya bisa mencapai ratusan tahun, rutin berbuah tidak mengenal musim, harga jual saat ini Rp35 ribu/kg jenis mentega, itupun pembeli yang mengunduhnya sendiri.

“Kendalanya ulat daun kalau musim hujan, selebihnya gak ada kendala, kita tanam bibit sambung 2.5 tahun sudah mulai berbuah,” ucapnya.

Berbeda dengan Yulianto, petani pisang jenis ambon dan raja, dia mengatakan untuk perawatan setiap satu bulan sekali dipupuk dan dibersihakan. Kendala yang mereka alami yaitu penyakit batang (Muntaber) yang sampai saat ini belum ditemukan obat atau cara mengatasinya.

“Untuk harga jual pisang jenis raja dan ambon, saat ini Rp3.000/kg, mengalami penurunan dari sebelumnya,” jelasnya.

Berbeda dengan tanaman cengkih yang lima tahun dari masa tanam baru mulai berbuah, itupun kalau jenis cengkih samsibar.

“Untuk penyakit pada tanaman cengkih, di antaranya mati ranting pucuk, dimulai dari bolong batang dan mengeluarkan air yang sampai saat ini belum ditemukan cara mengatasinya,” jelas Saprodi, petani lainnya.

Ketiga petani tersebut berharap Dinas Pertanian Pemkab Tanggamus bisa turun membantu mengatasi hama penyakit tanaman mereka, yang sampai sekarang belum ditemukan obatnya.(*)[Zairi]

Populer Minggu Ini