DALAM dunia sastra kita mungkin pernah mendengar istilah bunga rampai yang memiliki makna kumpulan, perpaduan, campuran, atau kompilasi yang menghasilkan suatu karya yang dibuat dengan tujuan dapat dinikmati oleh khalayak ramai.
Nah, ketika bicara soal bunga rampai, saya dan bapak Hipni di sela perbincangan hangat kami beberapa hari yang lalu mencoba sedikit berkelakar dan mempersonalisasikan diri kami berdua layaknya istilah sastra tersebut.
Tentu sebutan bunga rampai yang kami internalisasikan ke dalam pribadi Hipni dan saya tidak mengacu pada karya sastra karena nyatanya kami memang tak piawai untuk menghasilkan puisi ataupun prosa. Bunga eampai yang kami maksud adalah perpaduan ide dan gagasan dari kami berdua yang bisa kami persembahkan bagi masyarakat Lampung Selatan dalam bentuk kebijakan dan program.
Tak jarang saya dan Hipni beradu argumen cukup hebat ketika bicara soal program ataupun kebijakan yang hendak kami telurkan bagi masyarakat Lamsel, dan bagi kami itu sehat sebab kami berdua menganut paham ‘lawan berdebat adalah teman berfikir’.
Saya dengan naluri keperempuanan saya yang melankolis, humanis namun tetap progresif terkadang sering diberikan nasehat yang meneduhkan dengan penuh pertimbangan matang dari Hipni.
Pun sebaliknya ketika Hipni meminta saya memberikan pertimbangan, saya akan dengan senang hati memaparkan inovasi dan kebaruan yang saya miliki yang barangkali dapat menjadi nilai tambah bagi beliau.
Hingga dititik ini, kami semakin percaya diri jika tak mau dibilang narsistik untuk menyandingkan diri kami sebagai bunga rampai bagi Kabupaten Lampung Selatan.
Pro dan kontra soal pencalonan kami berdua sebagai bupati dan wakil bupati tentulah ada, dan kami menikmati itu semua sebagai konsekuensi logis dari sistem demokrasi yang telah dipilih oleh para pendiri bangsa.
Masyarakat berhak memberikan penilaian, sebagaimana kami berhak menawarkan perubahan dan percepatan.
Terakhir sebelum saya pamit setelah menghabiskan secangkir Teh Chamomile nikmat yang diseduh lewat tangan terampil Yuti saya bangkit dari tempat saya duduk sedari tadi untuk melempar jabatan tangan ke Hipni dan Yuti.
Dengan penuh semangat Hipni berujar pada saya “Melin, kita harus jadi bunga rampai seperti yang ibu utarakan tadi”.
Saya mengangguk pelan, menatap dengan penuh keyakinan ke arah bola mata beliau sambil berujar, “Amin, mari kita upayakan.”. [Melin Haryani]
(Penulis adalah bakal calon wakil bupati Lampung Selatan)