Jejamo.com, Bandar Lampung – Menyikapi telah terbentuk dan berfungsinya Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) di Provinsi Lampung yang mana berdasarkan Perubahan Undang Undang Pemerintahan Daerah menjadi UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mana paska diterbitkanya perubahan undang-undang tersebut Pengelolaan kawasan hutan ditarik menjadi kewenangan provinsi serta dinas kabupaten/kota dihapuskan atau ditiadakan, keberadaan KPH sebagai pengelola hutan baik produksi dan Lindung, di tingkat tapak tentunya harus menjadi perhatian serius Pemprov Lampung dengan memperhatikan anggaran daerah dalam mendukung kerja-kerja di lapangan.
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung meminta kepada Pemerintah Daerah Provinsi Lampung untuk memasukkan Pengganggaran Tenaga Bakti Rimbawan mulai tahun anggaran 2021. Menurut Ketua Komisi II DPRD Provinsi Lampung Wahrul Fauzi Silalahi berdasarkan hasil reses yang dilakukan pada awal September 2020 lalu di Kantor UPTD KPH Gedong Wani dan KPH Rajabasa, Way Pisang dan Batu Serampok dia mendapat masukan agar menyuarakan dan mendorong Pemerintah Daerah agar memperjuangkan kesejahtran di tingkat daerah bagi mitra KPH yaitu Tenaga bakti rimbawan.
Mengingat status KPH adalah UPTD di bawah dinas provinsi yang membidangi lingkungan hidup dan kehutanan maka secara pengawasan status tenaga bakti rimbawan adalah pengawas pemerintah daerah sehingga tidak bias lagi secara terus menerus di bebankan dengan anggaran DIPA APBN Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Memperhatikan hal tersebut Wahrul Fauzi Silalahi selaku Ketua Komisi II meminta kepada Gubernur Lampung untuk dapat mengalihkan status kepegawai honorer pemerintah daerah dan membiayai honorasiumnya dari APBD Propinsi Lampung Mulai tahun 2021, Dikarnakan tahun anggaran 2021 Kementerian LHK tidak lagi menganggarkan honorarium tenaga bakti rimbawan.(*)