Jejamo.com, Lampung Timur – Wajahnya selalu tampak semangat. Tidak pernah terlihat sedih. Rasa lelah pun seperti tak ia rasakan.
Senyum ramah selalu diperlihatkanya kepada orang-orang di sekelilingnya. Tak pernah sedikit pun ia meminta belas kasihan kepada orang lain.
Hari-hari yang dilaluinya selalu dengan penuh kegembiraan, tak pernah ia mengeluh tentang perjalanan hidup yang harus dilaluinya. Dia selalu menjalankan pekerjaanya dengan sungguh-sungguh.
Meskipun banyak orang yang menghina dan mencemooh pekerjaanya itu sangat rendah dan memalukan di mata mereka. Baginya, apa pun pekerjaan, ia tetap bersyukur dan menikmatinya. Karena dari pekerjaan inilah ia dan keluarganya sanggup bertahan hidup.
Itulah sekilas sosok Rokayah, wanita paruh baya berusia 36 tahun yang sehari-harinya bekerja sebagai penjual es cendol di Pasar Sidorejo, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur. Rokayah adalah seorang ibu yang memiliki dua anak yang keduanya masih bersekolah.
Suami Rokayah adalah seorang petani. Kini suaminya mengidap penyakit jantung yang membuatnya tak bisa melakukan aktivitas seperti biasa.
Rokayah rela bekerja sebagai penjual es cendol demi mencukupi semua kebutuhan keluarganya. Mulai dari makanan sehari-hari yang mereka makan, kebutuhan sekolah anak-anaknya, hingga biaya pengobatan suaminya yang setiap satu bulan sekali harus check-up ke dokter.
Dengan penghasilan yang tidak seberapa, Rokayah masih mampu menyekolahkan ke dua anaknya. Anak pertamanya sedang studi di salah satu kampus negeri di Bandar Lampung. Sementara anak keduanya masih kelas V SD di Lampung Timur.
Rokayah mempunyai kenginan menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana. Begitu besar harapan yang diimpikan Rokayah kepada anak-anaknya agar menjadi orang sukses. Ia ingin anak-anaknya mendapat pekerjaan yang lebih baik dan bisa mengubah hidup keluarga.
“Aku ingin kehidupan anakku lebih baik dari aku,“ kata Rokayah saat ditemui jejamo.com di rumahnya beberapa waktu lalu.
Rokayah biasanya bangun pada pukul 03.00 untuk menyiapkan dagangan. Ia pulang pukul 11.00. Kadang ia tidak beristirahat. Setelah pulang dari pasar, Rokayah masih harus membereskan rumah, memasak untuk suami dan kedua anaknya.
“Selama 9 tahun berjualan es cendol di pasar, saya tidak malu. Karena dari cendol inilah saya dapat merawat suami. Saya bisa menyekolahkan anak dan inilah tumpuan keluarga untuk bertahan hidup,” kata dia.
Rokayah tak pernah merasa malu. Pekerjaan menjual es cendol adalah hal yang membanggakan. Sebab, berkat butiran aci berwarna merah itu, anaknya bisa kuliah di perguruan tinggi.(*)
Laporan Lia Anjarwati, Kontributor Jejamo.com