Jejamo.com, Kota Metro – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Metro menyoroti pembangunan di kawasan agrowisata kebun melon milik UD Bawang Lanang di Jalan Diponegoro, Kelurahan Hadimulyo Barat, Metro Pusat yang dinilai sarat pelanggaran administratif.
Berdasarkan pantauan di lapangan, terdapat saluran irigasi tersier di tengah agrowisata kebun melon itu dan telah berdiri dinding pagar dengan ketinggian sekitar 2 meter tepat di atas saluran air tersebut. Di dalam area agrowisata tersebut juga dibangun beberapa jembatan dengan lebar sekitar 1 meter dan akses jalan selebar 2 meter lebih.
“Menurut saya ini ada pelanggaran. Karena ada pagar menumpang di atas saluran air itu, terus jembatan, kemudian juga bangunan-bangunan yang lainnya. Kalau berdasarkan peraturan Menteri PU, itu kan ada garis sempadan aliran, entah itu aliran sungai, entah itu irigasi maupun drainase. Itu kan ada batasnya yang enggak boleh ada bangunan dari jarak tersebut,” ujar Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Metro, Indra Jaya, saat dikonfirmasi Koran Stigma di ruang kerjanya, Kamis, 15/12/2022.
Terkait bangunan di atas saluran irigasi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air yang menyebutkan bahwa bangunan tidak boleh berada di atas saluran tersier, atau sungai, atau drainase.
“Kalau misalkan itu dianggap pelanggaran kan harus ada langkah. Kalau pun misalnya dibolehkan, itu pasti ada ketentuannya. Semua ini kan dasarnya aturan nih, kalau misalkan mereka membangun di luar aturan, berarti kan itu pelanggaran,” tegas Indra Jaya.
Legislator dari Fraksi Partai Golkar itu juga meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Metro tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan, khususnya Satpol PP selaku penegak perda. Terlebih jika nantinya benar ditemukan ada pelanggaran.
“Belum lama ini kan ada bangunan liar milik masyarakat di atas saluran air yang ditertibkan Pol PP, itu kan disuruh bongkar karena jelas ada dasarnya. Maka, perlakukanlah hal yang sama ke kebun melon itu. Itu kan sama aja masalahnya. Harus ada perlakuan yang sama dong, enggak bisa kita tebang pilih. Kalau ada pelanggaran ya terapkanlah aturan, jangan pilih-pilih. Kan izinnya sama-sama enggak ada,” jelasnya.
Perihal izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), menurut Indra harus dicek terlebih dahulu ke Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) dan juga Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
“Apakah sudah keluar atau belum. Sebab keberadaan pagar di atas saluran air itu adalah hal yang paling krusial,” imbuhnya.
Kendati demikian, tambahnya lagi, harus tetap ada win-win solution antara kenyamanan pemilik lahan atas wilayahnya, hak-hak warga atas saluran irigasi, dan kewenangan pemerintah atas sarana milik negara.
“Jadi, soal pagar itu menurut hemat saya harusnya enggak bisa. Itu bukan lahan pribadi dia lo. Atau kalau pun memaksa mau memagar keliling wilayah pribadi miliknya, dia harus membelokkan saluran air itu agar keluar dari lahan dia, dan itu pun harus atas izin pemerintah,” tutur Indra.
“Dari saya, itu minimal ada dua pilihan. Pertama dia harus siapkan lahan pengganti untuk membelokkan aliran air agar keluar dari lahan pribadinya atau ya bongkar pagar yang ada di atas saluran air itu, karena saluran irigasi itu milik pemerintah bukan milik pribadi,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Seksi (Kasi) Bidang Pengaduan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Kota Metro, Ame Aprilia, mengungkapkan pihaknya pernah mendatangi lokasi agrowisata kebun melon tersebut untuk menanyakan perihal perizinan.
“Ya. Jadi kami didampingi Satpol PP mendatangi tempat itu, sekitar akhir November kemarin. Kedatangan kami berdasarkan pengaduan dari warga sekitar yang mempertanyakan soal izin area itu. Di sana kami hanya bertemu dengan pengawas tukang saja, tetapi beberapa hari kemudian pengelola area itu yang bernama Uni Fitra datang ke kantor,” ucap Ame saat dikonfirmasi di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Metro, Selasa, 13/12/2022.
Ame menjelaskan, pihak UD Bawang Lanang mengklaim kolam renang di alam area agrowista kebun melon sudah memiliki izin meski hingga Ame dikonfirmasi Koran Stigma, secara fisik izin tersebut belum pernah dilihat oleh Bidang Pengaduan DPM-PTSP.
“Kata dia (Uni Fitra), kolam renang di sana sudah ada izin. Nah, kami minta surat izin itu ditunjukkan untuk bahan evaluasi, tetapi sampai sekarang itu gak pernah kami lihat. Selain itu, beberapa bangunan lain seperti gazebo, itu izinnya belum ada,” jelasnya.
Ame juga membenarkan adanya penambahan konstruksi bangunan pada prasarana irigasi milik pemerintah. “Iya. Ada jembatan-jembatan gitu memang di atas saluran irigasi itu,” kata dia.
Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa apabila sengaja melakukan kegiatan konstruksi prasarana sumber daya untuk kebutuhan usaha tanpa izin, seperti dimaksud pada pasal 40 ayat 3 (tiga) dapat dipidanakan 3 (tiga) tahun penjara, dengan denda Rp1 miliar hingga Rp5 miliar.(*)[Anggi]