Jejamo.com, Bandar Lampung – Badan Pengurus Wilayah (BPW) Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Lampung menyatakan siap memberikan pendampingan bantuan hukum bagi masyarakat yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas akibat kerusakan sarana infrastruktur jalan.
Ketua BPW PBHI Lampung, Nandha Risky Putra melalui Dewan Penasihat PBHI Lampung, Ardhat Putra Kesuma mengatakan pihaknya akan totalitas menempuh jalur hukum, setidaknya untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dialami korban.
“Banyaknya ruas jalan yang rusak mendorong kami, PBHI Lampung, untuk membantu masyarakat sesuai dengan kapasitas kami, dalam hal ini memberi bantuan hukum dan HAM. Jadi jangan sungkan, keselamatan masyarakat dalam berkendara itu dijamin oleh undang-undang. Itu ada regulasinya kok,” kata Ardhat, Rabu, 19/4/2023.
Ardhat menyebut penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki kerusakan sehingga mengakibatkan masyarakat mengalami lakalantas dan menimbulkan korban yang mengalami luka ringan, luka berat, hingga meninggal dunia dapat dijerat pidana.
“Tentu bisa. Pihak-pihak yang tidak segera memperbaiki kerusakan jalan dan mengakibatkan masyarakat mengalami kecelakaan, itu bisa dijerat pidana. Itu diatur di Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan No. 22 tahun 2009. Sanksinya penjara paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp12 juta,” ungkapnya.
“Malah, kalau sampai korban mengalami luka berat, pelaku bisa dipidana penjara maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Nah, kalau korbannya sampai meninggal dunia, itu pidana penjara bisa sampai 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta dan PBHI Lampung siap mendampingi masyarakat yang jadi korban,” tukasnya.
Sementara itu, berdasarkan peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 tahun 2009, sesuai Pasal 24 ayat (1), disebutkan bahwa bagi penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak, yang berpotensi mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
Kemudian pada Pasal 24 ayat (2), dikatakan apabila belum dilakukan perbaikan terhadap jalan yang rusak, maka penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu-rambu pada titik jalan yang rusak tersebut, untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
Disebutkan pula, ketentuan pidana bagi penyelenggara jalan yang mengabaikan kerusakan jalan sesuai wewenangnya dalam UU No 22 tahun 2009. Di Pasal 273 dikatakan bagi setiap penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban mengalami cedera ringan dan atau kerusakan pada kendaraan, dipidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda maksimal Rp12 juta.
Kemudian kalau sampai mengakibatkan korban mengalami luka berat, pelaku bisa dijerat dengan dipidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda paling banyak Rp24 juta. Jika korban meninggal dunia, dapat dipidana penjara hingga 5 tahun atau denda paling banyak Rp120 juta.
Sedangkan jika penyelenggara jalan tidak memberi tanda atau rambu pada infrastruktur jalan yang rusak dan belum diperbaiki, dapat dijerat pidana kurungan penjara hingga 6 bulan atau membayar denda maksimal Rp1,5 juta.(*) (Anggi)