Jejamo.com, Kota Metro – Sejumlah warga di lingkungan RT 28/RW 08, Kelurahan Purwoasri, Kecamatan Metro Utara, Kota Metro, mengeluhkan keberadaan dan aktivitas sawmill atau tempat penggergajian kayu di Jalan Seriti lingkungan setempat. Masyarakat menduga pengusaha kilang gergaji itu tidak mengantongi izin yang jelas.
Salah seorang warga, Siti Fatimah(51), mengaku terganggu dengan suara bising yang ditimbulkan dari aktivitas pemotongan kayu menggunakan mesin sawmill. Dia juga menyebut perilaku pekerja yang dengan asal memasuki pekarangan rumahnya tanpa izin membuatnya tak nyaman.
“Jadi dengan adanya sawmill ini, kami merasa terganggu. Suara mesinnya itu benar-benar berisik, mengganggu kami saat istirahat,” kata Siti kepada Jejamo.com, Minggu, 7/5/2023.
“Juga, kalau truk yang mengangkut kayu gelondongan itu datang, biasanya di tengah malam, itu berisik. Jadi kami yang sudah tidur terbangun, akhirnya jadi susah tidur sampai pagi. Kemudian, itu saat mereka beraktivitas, kendaraan dan orang-orangnya itu masuk sampai ke pekarangan rumah kami dan itu tentu juga mengganggu kenyamanan kami,” lanjutnya.
Siti menyebut ada kejanggalan pada perizinan tempat usaha penggergajian kayu itu. Sebab masyarakat yang rumahnya berbatasan langsung dengan sawmill tersebut merasa tidak pernah dimintai persetujuan atas aktivitas pemotongan kayu di lingkungannya.
“Setahu saya sawmill ini milik Pak Jarno, warga RW 03, julukannya Tiwul. Kami pernah lihat soal perizinannya, pernah dipasang di sekitar sawmill itu. Surat izinnya ada, tapi di Jalan Kutilang, sementara jalan kami ini kan Jalan Sriti. Jadi antara surat izin dengan tempat pelaksanaannya tidak cocok,” ungkapnya.
“Mereka juga tidak pernah mendatangi kami untuk meminta izin. Saya tanya ke beberapa tetangga yang lain, ya sama, tetangga-tetangga yang lain juga tidak pernah didatangi untuk dimintai izin oleh pemilik sawmill itu,” timpalnya.
Siti menambahkan, keresahan masyarakat mulai dialami sejak 8 Maret 2023. Hingga pada akhirnya, sejumlah warga sepakat untuk menolak keberadaan sawmill yang didirikan pada November 2022 tersebut.
“Semenjak adanya sawmill itu, yang saya alami, ini biasanya saya nggak pernah sakit kepala, tapi ini sekarang sering sakit. Apalagi kalau pas waktu mesin itu beroperasi, langsung ngenyut kepala dan badan saya langsung panas,” ucapnya.
“Saya tanya tetangga lainnya juga, ternyata banyak yang mengalami hal serupa. Bahkan ada yang darah tinggi dan yang mengalami lebih berat. Ada empat tetangga saya yang mengalami sakit yang sama,” tukasnya.
Senada dengan Siti, warga lainnya, Yamto(53) mengaku mengalami sakit yang sama. Yamto juga mengatakan bahwa dia pernah melihat limbah dari penggergajian kayu itu hanya dibakar, membuat asap yang tidak sedap dihirup dan sakit di mata memasuki rumah masyarakat di sekitarnya.
“Iya, jadi serbuk gergajinya itu dibakar saja di depan. Dulu pernah rumah kami dipenuhi asap, sampai jadi berkabut gitu,” katanya.
Pernah pula, lanjut Yamto, sejumlah warga menggeruduk rumah pamong setempat untuk melaporkan keresahan mereka. Akan tetapi usaha warga tak membuahkan hasil dan keberadaan sawmill tersebut juga sama sekali tidak diketahui alasannya.
“Kami tanya Pak RT, tapi dia enggak tau juga kalau ada sawmill di situ. Setelah dicek ada izinnya dari lingkungan. Masalahnya kan tidak ada warga yang merasa pernah dimintai izin lingkungan lo,” ungkapnya.
“Kita pernah lapor Pak Lurah, tapi pada saat itu hanya bongkar kayunya saja yang akhirnya dilakukan di pagi hari, itu juga beberapa saat setelah kami lapor saja. Setelah itu, ya balik lagi kembali dibongkar pada malam hari. Mereka suka melanggar, bahkan bongkarannya bisa sampai jam 1 malam,” tukasnya.
Siti dan Yamto berharap pemangku kebijakan bisa bijaksana menyikapi keluhan masyarakat.(*) (Anggi)