Jejamo.com, Lampung Selatan – Siang menjelang sore, Sugeng Haryono resmi memantapkan hati warga desa Lebungnala, Lampung Selatan. Tapi, kecintaannya pada membaca membuatnya gusar setiap kali mencari sumber bacaan di desa tersebut.
Ia berpikir mungkin di desa tersebut punya perpustakaan. Akhirnya ia bertandang ke rumah tetangga sambil bertanya, “Pak, saya mau pinjam buku di mana ya, Pak. Di sini ada perpustakaan enggak, Pak?”
Rupanya si bapak tidak mengetahui perpustakaan. “Perpustakaan itu apa, Mas?” Sugeng mengenang jawaban bapak itu. “Saya pun terdiam seribu bahasa dengan jawaban itu. Akhirnya tersirat sebuah pemikiran bagaimana kalau saya mendirikan perpustakaan,” kata Sugeng.
Kondisi ini membuatnya prihatin. “Saat itu saya punya ide, bagaimana kalau saya bikin perpustakaan keliling pakai motor? Tapi dalam kondisi saya saat itu enggak mungkin saya bisa,” imbuhnya.
Maklum, saat itu ia belum memiliki motor dan tentunya buku. “Sedangkan hasil dari pekerjaan saya tukang tambal ban enggak mungkin bisa untuk beli motor dan buku,” imbuhnya.
Sugeng berusaha menyisihkan hasil pendapatan dari tambal bannya tiap hati buat. “Saat itu terkumpul Rp500 ribu dan saya coba cari motor di tukang besi tua (rongsokan), ternyata saya menemukan motor tua GL MAX tahun 1986 dalam keadaan mati mesin dan sudah banyak yang keropos,” cerita Sugeng.
Ia memutuskan untuk membeli motor mati itu, hingga ia perbaiki. Saat, ia beli motor itu, Sugeng melihat disudut rongsokan ada tumpukan buku dan koran. Ia pilih buku yang layak sehingga terkumpul 60 eksemplar buku.
“Dari situlah saya mulai keliling ke masyarakat, selain itu saya juga keliling ke masyarakat door to door untuk meminta sumbangan buku yang sudah selesai di baca oleh pemiliknya. Dan, saya mendapatkan 42 eksemplar,” kenangnya.(*)
Laporan Heri Fulistiawan, Wartawan Jejamo.com