Jejamo.com, Lampung Selatan – Sugeng Haryono mendirikan motor pustaka (perpustakaan keliling) di desa Lebungnala, kecamatan Ketapang, Lampung Selatan bukanlah tanpa alasan.
Tujuan mulianya, hanya untuk membiasakan masyarakat membaca dan menciptakan sikap sadar bahwa buku termasuk kebutuhan dasar.
Siapa pun yang bertanggung jawab terhadap keluarga tidak boleh memandang rumahnya sebagai kandang dimana ia hanya perlu menyediakan air dan nasi serta bereproduksi.
“Sebaliknya, ia harus memandang keluarga sebagai sebuah unit manusia yang juga sangat membutuhkan makanan intelektual dan semua anggota keluarga harus memikirkan untuk memenuhi kebutuhan,” tuturnya.
Selain itu, Sugeng berharap dengan kegiatan mulianya guna, meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran rakyat serta melatih mereka, terutama kaum muda, baik secara intelektual, spiritual, maupun emosional meski tingkat pendidikan yang berbeda-beda.
Mengatasi kelemahan-kelemahan spiritual dan intelektual yang diakibatkan oleh tidak adanya kemampuan finansial dalam membeli bahan bacaan terutama buku yang dibutuhkan. Mencegah kemiskinan ekonomi agar tidak mengakibatkan kemiskinan intelektual.
Mengatasi penyakit minat baca yang telah parah diderita oleh masyarakat menuju berkembangnya masyarakat membaca (reading society). Mempercepat berkembangnya literasi informasi di masyarakat.
Serta mengeliminasi terjadinya kesenjangan intelektual yang diakibatkan oleh kesenjangan informasi. Mensukseskan Gerakan Indonesia Membaca dengan Desa Lietrasi masyarakatnya wajib membaca seharus 15 menit. Serta saya berharap pemerintah bisa mensuport kegiatan Motorpustaka minimal pengadaan buku.
“Pernahkah terpikir oleh kita untuk menjajakan bacaan gratis bagi tetangga-tetangga kita? Iya, gratis. Tanpa syarat! Di tengah kenyataan dunia yang serba “wani piro” sekarang ini, motor pustaka lahir dan tumbuh berkembang di desa Lebungnala, kecamatan Ketapang, Lampung Selatan,” bebernya.(*)
Laporan Heri Fulistiawan, Wartawan Jejamo.com