Jejamo.com, Kota Metro – Inspektorat Kota Metro menyoroti dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilakukan sejumlah pejabat Pemkot Metro. Dugaan ini mencuat setelah foto yang beredar di media sosial menunjukkan para pejabat berseragam Korpri mengunjungi rumah calon Wali Kota Metro, Bambang Iman Santoso, dua hari setelah pemungutan suara.
Sekretaris Inspektorat Kota Metro, Sutikno, mengungkapkan pihaknya akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mendalami kasus ini. Menurutnya, Bawaslu adalah lembaga berwenang yang diamanatkan undang-undang untuk menangani pelanggaran terkait pemilu.
“Kami segera berkoordinasi dengan Bawaslu. Kita akan kaji dan ikuti perkembangan selanjutnya,” ujar Sutikno saat diwawancarai, Rabu, 11/12/2024.
Foto-foto yang beredar menunjukkan sejumlah pejabat Pemkot Metro sedang duduk bersama Bambang, yang saat ini bukan pejabat publik melainkan peserta Pilkada Metro. Kunjungan tersebut memicu kontroversi, karena dinilai melanggar prinsip netralitas ASN yang telah diatur dalam regulasi.
Sutikno menjelaskan bahwa ASN dilarang terlibat politik praktis. Namun, untuk menentukan apakah tindakan ini termasuk pelanggaran, diperlukan kajian mendalam oleh pihak terkait.
“Penanganan pelanggaran netralitas ASN biasanya melibatkan Bawaslu dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN). Hasil dari Bawaslu nantinya diserahkan ke KASN, yang akan memberikan rekomendasi kepada pejabat pembina kepegawaian,” jelas Sutikno.
Ia menambahkan bahwa pelanggaran netralitas ASN dapat dikenakan sanksi berat, mulai dari pembebasan jabatan hingga pemberhentian. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan Perwali Tahun 2021 tentang Kode Etik, pelanggaran ini terbagi dalam kategori disiplin dan etik.
“Kami akan memastikan setiap temuan diproses sesuai aturan. Sanksi terberat bisa berupa pemberhentian,” tandasnya.
Saat dimintai pendapat terkait kunjungan para pejabat ke rumah Bambang, Sutikno enggan berkomentar lebih jauh. Menurutnya, hal tersebut bukan wewenang Inspektorat untuk menilai.
“Sebaiknya kami tidak memberikan penilaian karena itu ranah lembaga lain,” tutupnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena mempertaruhkan integritas ASN dalam menjaga netralitas, khususnya pada momentum Pilkada yang rawan politisasi. (*)