Jejamo.com, Paris – Puluhan ribu nyawa manusia berpotensi berada dalam bahaya karena dunia akan kehabisan salah satu obat paling efektif (antidot) untuk gigitan ular, tahun depan. Demikian menurut sebuah badan amal medis terkemuka.
Dokter Lintas Batas (Doctors Without Borders), yang mengeluarkan peringatan ini, mengatakan warga di negara-negara berkembang sebagian besar akan berisiko.
Badan amal tersebut mengatakan stok yang ada dari obat anti-bisa Fav-Afrique, yang diproduksi oleh perusahaan farmasi Sanofi Pasteur, akan berakhir pada bulan Juni tahun depan.
Perusahaan ini menghentikan produksi anti-bisa ini tahun lalu, dan mulai menggunakan teknologi yang sama untuk membuat pengobatan rabies sebagai gantinya.
Saat tersedia, obat anti-racun ular ini dihargai USD250 hingga USD500 atau sekira Rp3,5 juta hingga Rp7 juta. Di negara-negara miskin, obat ini dibeli dan dipasok oleh para donor dan kelompok bantuan.
“Kita sekarang menghadapi krisis yang nyata,” kata Dr Gabriel Alcoba, penasihat gigitan ular di Doctors Without Borders dalam sebuah pernyataan, yang dikutip Daily Mail, Kamis, 10/9/2015.
Menurut kelompok bantuan ini, akan ada alternatif untuk menggantikan pengobatan gigitan ular produk Sanofi Pasteur dalam dua tahun ke depan.(*)