Jejamo.com, Bandar Lampung – Puluhan massa yang tergabung dalam serikat buruh sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Lampung menggelar aksi damai yang dimulai dari tugu Adipura dan dilanjutkan ke Kantor Pemda Lampung, Senin, 28/12/2015.
Aksi tersebut menolak peraturan pemerintah tentang pengupahan dan sekaligus penolakan, sekaligus meminta pemerintah menetapkan upah minimum kota (UMK) yang layak dan sesuai taraf hidup masyarakat.
Meski sudah ditetapkan oleh PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, gelombang penolakan masih terus mengalir. Mereka menolak peraturan tersebut, karena dianggap hanya memihak pemilik perusahaan dan tidak pro buruh.
Di depan kantor gubernur SBSI meminta pemerintah daerah menyampaikan aspirasi buruh untuk mencabut PP Nomor 78 tahun 2015 tersebut. Selain peraturan pengupahan, beberapa tuntutan juga disebutkan, seperti menolak outsourcing dan buruh kontrak.
“Kami mengecam UU No. 13 tahun 2003 dan UU outsourcing. Saat ini buruh dalam keadaan miris dan memperhatinkan. Pemerintah diharapkan bisa memberikan perhatian lebih kepada buruh,” ungkap Dedi setiawan, ketua DPC SBSI Lampung.
Mereka juga mengingatkan pemerintah untuk menyeselesaikan masalah nasib buruh akibat kenaikan nilai dolar.
Selain pemberian upah yang layak, mereka juga menuntut pemberhentiaan buruh secara sepihak dan PP.78 2015 tentang pengupahan yang merugikan buruh karena mementingkan salah satu pihak.
“Kami turun untuk mengingakan pemerintah untuk proaktif dalam pengawasan permasalahan buruh dan mendesak bahwa kehidupan buruh untuk lebih layak,” pungkasnya.(*)
Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com