Jejamo.com, Tulang Bawang Barat – Para penyimbang adat (tokoh adat) di Lampung, khususnya di Tulang Bawang Barat (Tuba Barat), dahulu mempunyai kewenangan dan kekuasaan di atas kewenangan pemerintah setempat, minimal bekerja sama dalam mengatur rumah tangga sendiri di era Pemerintahan Marga.
Bahkan, menurut pandangan tokoh adat dari Margo Tegamo’an, Abu Tholib Khalik, dalam karya studinya di Menggala, pada tahun 1604 pernah diadakan Peppung Balak (sidang besar/paripurna) oleh para tokoh adat Megou Pa’ guna menetapkan garis-garis besar kekuasaan antarmarga.
Di Desa Karta, pada zaman Pemerintahan Kepala Marga, para kepala hampir tidak berfungsi jabatanya. Sebab, pekerjaannya sehari-hari hanya sebatas memungut padi tunjang (salar), memungut pajak batu, dan memimpin Mata Gawi (gotong-royong penduduk).
Peraturan-peraturan yang berlaku di Desa Karta pada khususnya dan Marga Buay Bulan Udik pada umumnya adalah hasil ketetapan musyawarah penyimbang-penyimbang (kepala adat) se-Marga Buay Bulan Udik yang disebut sidang adat.
Semua bentuk masalah yang timbul dalam kehidupan masyarakat selalu dapat diatasi oleh para penyimbang adat, kecuali masalah kriminal.
Namun, pantauan jejamo.com, di zaman ini para penyimbang adat tidak terlalu dilibatkan dalam urusan pemerintahan di desa.(*)
Laporan Buhairi Aidi dan Winar, Wartawan Jejamo.com