Rabu, November 13, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Inilah Sistem Among Ki Hajar Dewantara di Sekolah Taman Siswa Bandar Lampung

Ketua Yayasan Sekolah Taman Siswa Telukbetung Bandar Lampung Ki M Subarjo. | Arif Wiryatama/Jejamo.com
Ketua Yayasan Sekolah Taman Siswa Telukbetung Bandar Lampung Ki M Subarjo. | Arif Wiryatama/Jejamo.com

Jejamo.com, Bandar Lampung – Yayasan Taman Siswa (Tamsis) menggunakan sistem pendidikan among dalam mendidik siswa-siswinya agar murid mudah menerima pelajaran oleh guru.

“Guru di Taman Siswa mengajar anak murid dengan kasih sayang karena menurut kami, murid itu merupakan anak kandung dari setiap guru. Apabila ada murid yang tidak mendengarkan saat guru sedang menjelaskan, murid tersebut hanya diperingatkan,” kata Ketua Yayasan Sekolah Ki M Subarjo saat diwawancarai jejamo.com di ruang kerjanya, Senin 2/5/2016.

Menurutnya, Ki Hajar Dewantara menentang sistem pendidikan di era kolonial Belanda yang menganut sistem perintah dan memberi hukuman apabila ada murid yang salah. Karena itu, Ki Hajar Dewantara memelopori berdirinya Taman Siswa untuk menandingi sekolah di era kolonial.

“Konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara diakui banyak orang. Ki Hajar Dewantara mendapat julukan Perintis Pendidikan Nasional. Untuk mengenang jasanya, akhirnya hari lahir Ki Hajar Dewantara dijadikan Hari Pendidikan Nasional,” ucapnya.

Ia menjelaskan, sistem pendidikan among ini terdiri menjadi tiga: ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani dalam mendidik siswa-siswi.

Ing ngarso sung tulodo itu merupakan guru harus mengajarkan contoh teladan, kedisiplinan, tata krama, budi pekerti.

“Setiap guru diwajibkan datang ke sekolah pukul 07.00 WIB agar siswa mencontoh. Jika ada guru maupun siswa yang telat datang, akan ditegur pihak sekolah,” ujarnya.

Ing madyo mangun karso berarti guru harus memberikan suatu motivasi dorongan untuk membangun jiwa para siswa sesuai tiga unsur pendidikan (tripusat) yang diterapkan Ki Hajar Dewantara. Pertama, pendidikan berlangsung dalam keluarga.

“Anak dididik dalam keluarga sejak dalam kandungan, kemudian lahir dan berkembang sesuai pendidikan yang diterapkan dalam keluarga,” ucapnya.

Kedua, pendidikan berlangsung di sekolah yang akan membentuk kecerdasan, keterampilan, budi pekerti para murid. Ketiga, pendidikan berlangsung di masyarakat.

“Mereka juga harus diberi pendidikan di masyarakat agar anak dapat terjun langsung dalam suatu organisasi/perkumpulan. Ketiga unsur pendidikan tripusat ini tidak terpisah,” ucapnya.

Lanjutnya, tut wuri handayani, yang artinya memberikan motivasi atau dorongan ke siswa untuk dibimbing dan diarahkan sesuai dengan jalurnya.

“Kalau ada murid yang bakal menyimpang dari jalurnya, kami akan memberikan arahan agar kembali ke relnya,” ucapnya.

Ia berharap, pendidikan tetap berjalan dengan baik sesuai aturan yang berlaku dan guru juga dapat memberikan pengaruh positif bagi murid agar tidak terpengaruh perkembangan teknologi ataupun tindakan negatif lainnya.

Ponsel salah satu faktor yang dapat memengaruhi para murid saat menerima pelajaran.

“Kalau bisa, melalui pendidikan, guru bisa membina anak muridnya agar terhindar dari permasalahan sosial di masyarakat, seperti merokok, miras, dan narkoba,” pungkasnya.(*)

Laporan Arif Wiryatama, Wartawan Jejamo.com

Populer Minggu Ini