Jejamo.com, Bandar Lampung – Pondok Pesantren Al-Qur’an Masyariqul Anwar yang kini sudah terakreditasi B mengunakan sistem pembelajaran kurikulum Departemen Agama yang dipadu dengan program pondok mandiri.
Pimpinan Ponpes Al-Qur’an Masyariqul Anwar Bandar Lampung, Agus Faisal Asyha mnegatakan sejumlah program unggulan mereka diantaranya,Tahfidz Al-Qur’an, Dakwah dengan kemampuan berbahasa Inggris dan Arab, Marawis juga pengetahuan tentang dunia enterpreuner.
Menurutnya, Kegiatan Tahfidz Qur’an sendiri dilakukan setiap Senin hingga Sabtu, dari pukul 02.30 WIB, kemudian santri langsung ke masjid untuk melakukan salat malam. Setelah itu baru Tahfidz Qur’an, dilanjutkan salat subuh, yang dilanjutkan dengan kajian Quran.
“Selanjutnya, kurikulum pondok. Malam senin, Fiqih, Tauhid, Hadits, Siro Nabawi lebih ditekankan sejarah peradaban islam, dan tafsir Qur’an,” kata Agus Faisal Asyha saat dijumpai Jejamo.com di lingkungan Ponpes Al-Qur’an Masyariqul Anwar, Rabu, 29/6/2016.
“Kalau santri tidak belajar, maka kemampuannya tidak akan terasah. Oleh karena itu, kita harus mengasah setiap potensi yang dimiliki para santri. Sebab, hari ini harus lebih baik dari kemarin,”ujarnya.
Agus juga menjelaskan, di lingkungan pondok santri harus menggunakan bahasaIinggris dan Arab selama 6 bulan dengan belajar 5 kosa kata dalam sehari.”Kami ingin membiasakan memperaktekan ilmu di kehidupan sehari-hari,”ungkapnya.
Sementara untuk Marawis, dilakukan setiap hari Sabtu, 19.30 – 21.00 WB dan Minggu 09.00-12.00 WIB, yang menggunakan pengajar dari Banten yang sudah sering menjadi juara.
“Marawis kami pernah tampil bersama di depan wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, di Islamic Center pada 16 Mei 2016 lalu. Dan kegiatan Wisuda Ákbar Yusuf Mansyur Tahfidzul Qur’an di Islamic Center,” ucap Agus.
Selanjutnya, Enterpreuner, dimana para santri dilatih keberanian agar dapat membuat hasil karya untuk dijual, seperti membuat kotak tisu dari rajutan, gantungan kunci, permen dari buah kates.
Karena pada teorinya, ada 10 pintu rezeki, 9 diantaranya dari perniagaan, artinya secara tersirat, umat Islam disuruh kaya lewat perniagaan, seperti adanya zakat, infaq, sedekah, wakaf, qirot, dan hibah.
“Mereka ada yang berjualan dilingkungan Ponpes, bahkan waktu itu, mereka saya tempatkan untuk berjualan di kampus IAIN,” jelasnya.
Selanjutnya para santri dilatih dalam mengelola keuangan, karena seseorang dikatakan kaya, bukanlah dari seberapa banyak penghasilan, tetapi seberapa hebat orang tersebut dalam me-manage keuangan.
“Makanya langsung kita praktekan. Karena dalam kehidupan ada pemasukan dan pengeluaran. Dari pemasukan itu, santri harus harus mesedekahkannya 10 persen, kedua, saving (menabung 10 persen), untuk pribadi 5-10 persen. Sisanya untuk alokasi kehidupan sehari-hari,”Pungkasnya. (*)
Laporan Arif Wiryatama, Wartawan Jejamo.com