Jejamo.com, Bandar Lampung – Wildlife Conservasi Society Indonesia Program (WCS-IP) mengungkap fakta bahwa perdagangan satwa liar illegal di Indonesia mencapai nilai Rp 9 triliun setiap tahun. Harimau sumatera kini menjadi salah satu komoditas paling berharga. Ironisnya, media sosial kini memainkan peran penting dalam perdagangan ilegal ini.
Wildlife Policy Program Management WCS-IP Sofi Mardiah mengatakan, dari data yang ada sekitar 80 persen satwa yang dijual di pasaran adalah satwa yang berasal dari alam liar dan bukan penangkaran. Sementara 90 persen satwa tangkapan dari alam liar itu, tidak memiliki izin tangkap ataupun izin peredaran.
“Kondisi ini tentu saja semakin memberikan tekanan terhadap kehidupan satwa liar di Indonesia, terutama di wilayah Sumatera,” kata Sofi, dalam rangka menghadiri seminar Global Tiger Day, yang bertema Focus Group Discussion Harimau Sumatera, Harimau Indonesia, Harimau Kita, di Aula Perpustakaan Unila, Selasa, 30/8/2016.
Sofi mengungkapkan, dari 29 kasus terkait perdagangan harimau yang berhasil di investigasi oleh WCS-IP dan diserahkan kepada aparat penegak hukum, sebanyak 20 kasus telah naik ke pengadilan dan berakhir dengan putusan hukuman bagi para pelaku.
Namun, perdagangan satwa liar pada pada saat ini nyatanya semakin dipermudah dengan kehadiran teknologi informasi. Dari penelusuran dan pengamatan WCS selama lima tahun terkahir, teknologi informasi, dan media sosial, menjadi perangkat yang sangat penting dalam memperlancar proses jual beli satwa-satwa ilegal tersebut.
“Hal ini tentu saja mempersulit aparat penegak hukum untuk bisa menelusuri keberadaan para pelaku penjualan satwa ilegal. Seperti perangkat lainnya, teknologi informasi yang mulanya dibuat untuk memudahkan manusia mencapai tujuan-tujuan hidupnya, saat ini justru melahirkan ironi bagi masa depan satwa liar,” jelasnya.
Menyikapi permasalahan tersebut, kebijakan dalam menggunakan teknologi informasi dan sosial media sangat dibutuhkan agar aktvitas ilegal perdagangan satwa liar bisa diredam.
“Untuk meredam aktivitas penjualan satwa liar membutuhkan peran aktif masyarakat dari semua komponen untuk melaporkan aktivitas-aktivitas penjualan satwa liar illegal yang ditemui di media sosial. Pengawasan semua pihak baik pemerintah, akademisi, aparat penegak hukum sangat diperlukan,” terangnya.(*)
Laporan Sugiono, wartawan Jejamo.com