Jejamo.com, Lampung – Harga Singkong musim panen 2016 mencapai titik terendah dalam 7 tahun terakhir, sejak 2009. Tahun ini harga singkong hanya Rp450 per kilogram di tingkat petani, dan Rp560 per kilo di pabrik dari sebelumnya Rp1200 per kilo.
Pemicu anjloknya harga singkong adalah kebijakan impor tapioka dari Pemerintah Pusat. Keterangan ini didapat dari pertemuan bersama antara Bupati Lampung Tengah Mustafa, dan Petani di Aula Pemda Lampung Tengah, Rabu, 19/10/2016.
Tak kepalang tanggung, dalam pertemuan tertutup itu, Bupati bersama Petani menerbitkan surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi. Surat tertanggal 18 Oktober 2016 itu mencantumkan dua permohonan masyarakat petani singkong. Diantaranya meminta penghentian impor tapioka, dan penetapan harga dasar singkong nasional sebagai upaya memulihkan kembali harga singkong.
Anjloknya harga singkong membuat seluruh petani kabupaten ini merugi hingga Rp1,2 triliun, dengan asumsi penurunan harga sebesar Rp500 dikalikan jumlah produksi 2.4 juta ton. Jika dibagi 100.000 jumlah petani yang terlibat pada komunitas ini, maka tiap petani menanggung kerugian Rp12 juta per musim panen, dalam 8 bulan masa tanam.
Bupati menegaskan posisi pemerintah Lampung Tengah bersama kepentingan petani, jika diperlukan ia bersedia memfasilitasi pertemuan petani dan presiden. “Harga singkong sangat jatuh, tentu petani resah. Sore tadi kumpul bareng petani singkong. Kita berkomitmen surati presiden, bila diperlukan kita fasilitasi untuk petani bertemu presiden. Percayalah kami bersama petani” katanya, dalam pernyataan kepada media usai mendengar keluhan petani.
Upaya ini diambil menyusul Langkah Gubernur Lampung yang lebih dahulu menyurati presiden untuk menghentikan impor tapioka, pada Jumat, 16/09/2016 lalu.
Kabupaten Lampung Tengah memiliki lahan pertanian singkong seluas 79.805 hektare, dengan hasil produksi mencapai 2.5 juta ton per tahun. Angka itu menjadikan Lampung Tengah sebagai kabupaten penghasil singkong terbesar di Indonesia.
Sekaligus menegaskan Lampung sebagai Provinsi penghasil singkong terbesar, yaitu 7,8 Juta Ton per tahun. Melampaui 25% dari total produksi nasional sebesar 28 Juta Ton per tahun. Dengan skala produksi sebesar itu, penurunan harga singkong menjadi pukulan berat bagi hampir 500.000 jiwa yang menggantungkan mata pencariannya kepada komoditas pertanian ini.
“Negeri ini memang aneh, saat produksi singkong nasional meningkat justru impor Tapioka dilakukan, itu sama saja membunuh petani” ujar Suwarno, petani, usai pertemuan bersama Bupati.(*)
Laporan Arif Surakhman, Wartawan Jejamo.com