Jejamo.com, Myanmar – Aung San Suu Kyi, pemimpin faksi politik berkuasa di Myanmar dan peraih Hadiah Nobel Perdamaian dituduh melegitimasi pembantaian terstruktur ( genosida) terhadap komunitas Muslim Rohingya di Rakhine. Sebab, Suu Kyi yang punya kekuasaan sampai saat ini masih acuh tak acuh atas penderitaan komunitas Rohingya.
Tuduhan ini disampaikan David Mathieson, aktivis hak asasi manusia (HAM) dari Human Rights Watch (HRW). Tuduhan muncul setelah PBB menyatakan Myanmar sedang melakukan pembersihan etnis dengan target etnis Rohingya, di mana tentara membakar desa, memperkosa dan membunuh warga sipil Rohingya.
Kekerasan terbaru terhadap komunitas Muslim Rohingya oleh militer Myanmar terjadi sejak pos-pos polisi perbatasan diserang orang-orang bersenjata tak dikenal yang menyebabkan sembilan polisi Myanmar tewas pada 9 Oktober 2016 lalu. Sejumlah pejabat Myanmar menuduh pelakunya adalah militan Rohingya. Militer merespons dengan meluncurkan operasi di sejumlah desa komunitas Rohingya di Rakhine.
“Kegagalan Suu Kyi berbicara dalam mendukung Rohingya telah membingungkan audiens internasional,” kata Mathieson. Terlebih, lanjut dia, Suu Kyi telah dipandang sebagai ikon pejuang HAM.
”Salah satu versi untuk menjelaskan diamnya adalah sikap ketidakpedulian, yang lain dihitung sebagai pesan terbatas, tapi yang paling mungkin adalah dia tidak memiliki kontrol atas militer Burma (Myanmar),” ujar dia, seperti dikutip The Independent, Sabtu, 26/11/2016.
Para peneliti di Queen Mary University London mengatakan diamnya Suu Kyi telah melegitimasi genosida dan berpihak pada penganiayaan terhadap minoritas Rohingya.
”Terlepas dari kenyataan bahwa ini adalah ujian yang paling signifikan dari kepemimpinan Suu Kyi, pemimpin de facto negara itu tetap sangat acuh tak acuh,” kata para peneliti dalam sebuah pernyataan.(*)