Jejamo.com – Puluhan orang ekstremis Buddha melakukan pembubaran paksa terhadap perayaan maulid Nabi Muhammad SAW di Yangon, Myanmar, Minggu, 8/1/2017.
Seorang saksi mata yang enggan disebutkan namanya mengatakan, belasan biksu menyerukan agar kelompok Muslim menghentikan kegiatan maulid Nabi SAW. Kemudian, mereka merangsek masuk ke tengah-tengah acara keagamaan Islam itu dan melakukan pembubaran paksa, seperti dilaporkan Channel News Asia
“Ini menciderai kebebasan beragama,” kata sekretaris majelis ulama Islam Yangon, Kyaw Nyein.
“Para biksu mencoba untuk membubarkan acara ini tanpa menjelaskan apa salah kami. Dan kenapa aparat yang berwajib tidak bertindak?” lanjut Nyein. Diketahui, ada sejumlah aparat kepolisian di lokasi kejadian tetapi tidak melakukan tindakan apa pun.
Menurut wakil ketua panitia Maulid, Tin Maung Win, kelompok nasionalis Buddha itu berusaha melawan keputusan pemerintah, yang kini didukung tokoh sipil Aung San Suu Kyi. Win menilai, kelompok ekstremis Buddha tersebut merupakan simpatisan partai USDP yang didukung pihak militer.
Bagi mereka, kata Win, pemerintahan kini terlalu lunak terhadap kaum Muslim Myanmar. “Inilah yang menyulut Islamofobia. Kami telah menyelenggarkan acara ini (maulid Nabi SAW) selama tujuh tahun berturut-turut tanpa pernah keributan apa pun. Tapi, hari ini, terjadi. Ada kepentingan politik di balik (aksi pembubaran) ini,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok ekstremis Buddha kerap menghalang-halangi penyelenggaraan ibadah kaum Muslim Myanmar. Pada Oktober 2016 lalu, ketegangan sempat terjadi di perbatasan Myanmar-Bangladesh yang dihuni etnis Rohingya, yang mayoritasnya beragama Islam.
Otoritas Myanmar saat itu menuduh etnis Rohingya sebagai dalang kerusuhan yang dibiayai dana asing dari Timur Tengah. Berpuluh-puluh tahun lamanya etnis Rohingya diabaikan oleh penguasa Myanmar. Meskipun telah menetap turun-temurun di wilayah Myanmar, pemerintah enggan mengakui mereka sebagai warga negara.
Tidak kurang dari 50 ribu orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari ancaman pembunuhan, pemerkosaan, dan kerusuhan.(*)
Republika