Oleh: Handrie Kurniawan
Alumnus Magister Pemerintahan Universitas Lampung
Satu paragraf khusus mengenai opini saya sebelumnya “Mencermati Evaluasi APBD Bandar Lampung” adalah hendaknya ke depan Gubernur bersama Tim Evaluasi harus benar-benar cermat, konsisten dan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan evaluasi, dengan tidak mengkaitkan evaluasi dengan kepentingan dan persoalan pribadi maupun yang sifatnya poilitis.
Nuansa politik dalam proses evaluasi tersebut nampaknya tak dapat disembunyikan oleh masing-masing pihak. Setelah proses evaluasi menjadi kewenangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terjadi proses perdebatan dan rasionalisasi di dalam beberapa kali pertemuan yang difasilitasi oleh Kemendagri.
Pertemuan yang dilakukan secara terpisah antara Kemendagri dan Pemerintah Provinsi, dan Kemendagri dengan Pemerintah Kota ternyata tidaklah cukup. Akhirnya pada tanggal 27 Februari 2017 terjadilah pertemuan kembali antara pihak Kemendagri dihadiri Dirjen Keuangan dan perwakilan Dirjen Otonomi Daerah dan Tim Evaluasi Kemendagri, Pemerintah Provinsi dihadiri Sekertaris Daerah dan Tim Evaluasi Provinsi Lampung, dan Pemerintah Kota yang dihadiri Sekretaris Daerah, pimpinan DPRD, dan tim TAPD Kota Bandar Lampung.
Indikasi evaluasi APBD ini bernuansa politis juga dikuatkan dengan digesernya kursi Dirjen Keuangan Kemendagri beberapa hari setelah pertemuan akhir pada tanggal 27 Februari tersebut. Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, diberhentikan dari jabatannya sesuai dengan keputusan Presiden (Kepres) Joko Widodo nomor 23/TPA/TAHUN 2017 tertanggal 3 Februari 2017 tentang Pemberhentian Pejabat Pimpinan Tinggi Madya di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.
Menurut informasi, usai diberhentikan, Donny, sapaan Reydonnyzar Moenek, akan menjabat sebagai Wakil Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), mendampingi Rektor IPDN, Ermaya Suradinata, sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) nomor 424/2305/2017, tertanggal 2 Maret 2017.
Konflik evaluasi APBD Bandar Lampung yang baru terjadi pertama kali di Indonesia ini pada akhirnya harus berakhir. Hal ini sesuai dengan adanya ketentuan dalam Permendagri 80 tahun 2015 tentang pembentukan peraturan daerah pasal 152 ayat 2. Di mana Pemerintah Pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Otonomi Daerah menjawab keberatan paling lama 30 hari sejak diterimanya keberatan tersebut. Keberatan yang diajukan Pemerintah Kota Bandar Lampung kepada Kementerian Dalam Negeri per tanggal 30 januari 2017. Maka per tanggal 14 Maret Keluarlah hasil final Keputusan Menteri Dalam Negeri terhadap keberatan Wali Kota Bandar Lampung atas hasil evaluasi gubernur terhadap APBD.
Surat Keputusan tersebut menjadi produk hukum mengikat semua pihak baik Pemerintah Kota dan juga Pemerintah Provinsi sebagai perwakilan Pemerintah Pusat di daerah.
Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 188.4418-2399 dikeluarkan pada hari selasa tanggal 14 Maret 2017 berisi tentang Pembatalan Beberapa Ketentuan Keputusan Gubernur Lampung No G/29/VI.02/HK/2017. Mencermati keputusan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh Gubernur terhadap APBD Kota Bandar Lampung akhirnya berakhir antiklimaks.
Hal tersebut secara umum bisa kita cermati bahwa keberatan Wali Kota secara umum lebih banyak yang diterima dibandingkan ditolak. Isi alasan penolakan di dalam keputusan juga berisi hal-hal yang lebih normatif.
Keputusan Kemendgri meminta Pemerintah Kota untuk melakukan beberapa penyesuaian target pendapatan PAD melihat dari tren realisasi dan tidak menyebutkan berapa angka penyesuaiannya seperti yang diminta Pemerintah Provinsi. Angka pasti pengurangan tersebut hanya ada pada pos dana bagi hasil SDA yang tidak sesuai ketentuan Perpres No 97 tahun 2016 sebesar Rp6 miliar lebih.
Dengan tidak ditetapkannya angka pemotongan maupun rasionalisasi dan menyerahkan kepada pemerintah kota untuk menyesuaikan hal ini telah mengandaskan keputusan evaluasi gubernur untuk memotong pendapatan dan belanja yang hampir Rp300 miliar.
Begitu pula dengan item belanja dimana salah satu keberatan walikota yang ditolak oleh Kemendagri adalah mengenai belanja hibah dan bansos sebesar Rp130 miliar lebih.
Mencermati isi hasil evaluasi gubernurnya mengenai hal ini pun tidak terdapat angka pemotongan dan rasionalisasi artinya dana bansos dan hibah tersebut tetap saja bisa dianggarkan sepanjang telah menganggarkan belanja wajib dan urusan serta melampirkan nama penerimanya.
Sedangkan keberatan-keberatan Wali Kota Bandar Lampung lainnya yang ditolak pada item belanja adalah penyesuain-penyeusain ketentuan peraturan yang berlaku.
Pilgub 2018
Mencermati kontestasi Pilkada Provinsi Lampung 2018 nampaknya tak bisa dilepas dari dinamika politik di Pilkada Gubernur sebelumnya 2014. Di mana incumbent mendapatkan perlawanan yang sengit oleh Wali Kota Bandar Lampung Herman HN. Hal inilah yang mengindikasikan persoalan evaluasi APBD Bandarl Lampung 2017 adalah pemanasan menuju kontestasi Pilkada Gubernur Lampung 2018.
Evaluasi yang dilakukan tersebut dapat dianggap sebagai test the water yang dilakukan incumbent dan tim. Namun nampaknya hal ini malah menjadi penguat bagi Wali Kota Bandar Lampung Herman HN untuk menyatakan kembali mencalonkan diri sebagai pesaing bagi incumbent pada pilkada 2018.
Ada beberapa catatan terhadap politisasi evaluasi APBD Bandar Lampung yang akhirnya antiklimaks ini. Pertama, tercetusnya pernyataan Herman HN untuk kembali mencalonkan diri. Tahun 2016 kalimat untuk pernyataan akan mencalonkan kembail belum terucap oleh Wali Kota Bandar Lampung.
Sejak pertengahan 2016 semakin kencang hantaman beberapa media dan pemanggilan dari aparat hukum terkait beberapa kebijakan yang beliau buat selama menjabat Wali Kota membuat beliau mulai sedikit demi sedikit berpikir ulang untuk tidak mencalonkan diri, seperti kalimat pantun telanjur basah ya sudah mandi sekalian. Nuansa politis mulai terasa hangat sejak beberapa hasil riset bahwa Herman HN memiliki popularitas dan elektabiltas kedua setelah incumbent. Tidak dapat dipungkiri ini menjadi warning bagi incumbent.
Setelah kalah di Pilkada Gubernur 2014, Herman HN nampaknya terseok-seok akibat pertarungan yang cukup seru dan belum menyatakan niat untuk kembali mencalonkan diri di 2018. Apalagi belum lama ini beliau juga bertarung kembali sebagai incumbent di Pilkada Bandar Lampung tahun 2015.
Namun pada akhirnya pernyataan kesiapan untuk kembali mengikuti kontestasi pilgu 2018 keluar juga pascapolitisasi evaluasi APBD Bandar Lampung beberapa saat yang lalu.
Kedua, “kemenangan” Herman di proses evaluasi APBD adalah indikasi menguatnya Herman untuk diusung oleh PDIP. Mengapa? Karena Menteri Dalam Negeri adalah kader PDIP. Adanya aroma politisasi diproses evaluasi mau tidak mau akhirnya selesai dengan pendekatan politik. Indikasi ini juga dikuatkan dengan bergesernya kursi Dirjen Keuangan dan bertemunya Wali Kota dengan Menteri Dalam Negeri beberapa hari sebelum SK terhadap APBD Bandar Lampung keluar.
Jalan bagi calon dan partai menuju pemilu Gubernur Lampung masih cukup panjang. Hal ini memungkinkan partai-partai untuk mengusung calon sendiri atau berkoalisi dengan partai lain. Banyak pertimbangan yang akan menjadi dinamika di dalamnya. Salah satunya dinamika di masyarakat, kemudian juga kinerja. Kemudian dilihat bagaimana harapan dan aspirasi masyarakat.
Lebih lanjut, pemunculan nama cagub oleh partai mesti mempertimbangkan momentum yang tepat. Bahkan akan mungkin berdinamika sampai detik-detik berakhirnya pendaftaran calon gubernur.(*)