Jejamo.com, Bandar Lampung – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Provinsi Lampung menentang keras keputusan hakim yang memberi vonis hukuman ringan serta mudahnya pemberian assessmet kepada pejabat publik di Lampung yang tersangkut kasus narkoba. Untuk itu Granat Lampung meminta Komisi Yudisial (KY), Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung (MA) turun tangan meneliti putusan hukum perkara narkoba di Lampung.
Ketua DPD Granat Provinsi Lampung Tony Eka Candra mengatakan, vonis ringan menjadi suatu fenomena yang kerap terjadi, padahal Presiden Joko Widodo juga dengan tegas mengintruksikan pemberantasan segala bentuk penyalahgunaan narkoba.
“Presiden Jokowi dengan tegas mengintruksikan untuk menindak tegas dan hajar pengedar dan juga pemakai. Jangan sampai vonis ringan menjadi tren di kalangan hakim, seperti yang terjadi dalam putusan kasus narkotika yang melibatkan Sekda Tanggamus Nonaktif Mukhlis Basri, yang hanya divonis satu bulan rehabilitasi oleh Hakim Ahmad Lakoni,” terangnya saat konfrensi Pers di RM Begadang Resto, Selasa, 28/3/2017.
Memberikan vonis ringan kepada terdakwa kasus narkoba, menurut Tony tak memberikan efek jera. “Pelaku tindak pidana narkotika seharusnya dihukum lebih lama, demi menimbulkan efek jera bagi terdakwa. Penegak hukum juga harus konsisten dalam menegakkan supremasi hukum, demi memenuhi rasa keadilan dan upaya pemberantasan tindak pidana narkotika. Maka kami nilai perlu dilakukan eksaminasi dari KY dan Jamwas,” jelas Tony yang juga Sekretaris Komisi III DPRD Provinsi Lampung.
Tony mencontohkan persolan narkoba yang melibatkan musisi Ridho Rhoma yang ditangkap aparat kepolisian beberapa waktu lalu.
“Kalau tertangkap berarti bukan korban dan harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Rehabilitasi bukan berarti menghindari hukuman. Hukumnya sendiri harus tetap dijalankan. Kalau dengan kesadaran sendiri menyerahkan diri untuk minta direhabilitasi, itu berbeda,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Ketua DPC Granat Kota Bandar Lampung Gindha Ansori Wayka. Ia menilai nurani hakim seperti mati bila memberikan vonis ringan tanpa mempertimbangkan bukti-bukti, keterangan saksi, dan fakta yang terungkap di persidangan.
“Keputusan hakim kami anggap main-main dan tidak waras. Vonis ringan itu memunculkan dugaan adanya praktik mafia peradilan dalam penetapan putusan kasus narkotika,” ujarnya.(*)
Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com