Jejamo.com, Bandar Lampung – Tenaga perawat se-Lampung kembali menyuarakan penolakan terhadap upah tak layak serta penerapan tenaga kerja sukarela (TKS) yang dinilai sangat merugikan. Selain mendesak pihak-pihak terkait menghapuskan TKS, mereka juga meminta upah perawat disesuaikan dengan upah minimum regional (UMR).
Bila sebelumnya suara mereka yang diwakili beberapa orang diterima langsung Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf saat melakukan kunjungan ke Lampung, kali ini ribuan perawat se-Lampung melakukan aksi long march dimulai dari Tugu Adipura hingga kompleks perkantoran Pemerintah Provinsi Lampung, Jumat, 12/5/2017
Selain long march, meraka juga menggelar diskusi publik sekaligus memperingati Hari Perawat Sedunia (International Nurse Day) 2017.
Ketua Persatuan Perawat Nasional (PPNI) Lampung Dedi Afrizal mengatakan, aksi ini karena dilaksanakan dalam rangka memperingati hari perawat sedunia.
“Pada momen ini, kami menyerukan bagaimana ke depan perawat ikut serta membangun bidang kesehatan,” kata Dedi.
Ketua DPRD Lampung itu menerangkan, jumlah kelulusan tenaga perawat saat ini mencapai 1.100 sampai 1.300 orang per tahun. Dengan ada moratorium, terjadi pengangguran yang tinggi.
Hal itu memunculkan tenaga kerja sukarela (TKS) yang saat ini statusnya tidak jelas. Mereka, kata Dedi, hanya diberikan gaji Rp200 ribu-Rp300 ribu.
Selain tak dihargai, juga tidak sebanding dengan biaya kuliah jurusan yang perawat cukup mahal.
kata Dedi, persoalan ini mesti dicarikan solusinya. Untuk perawat, bisa diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) dan pengangkatan pegawai pemerintah dengan perjanjian khusus semisal tenaga kontrak yang diatur dalam undang-undang. Kemudian mendorong tenaga kerja perawat yang honorer selama 17 tahun diangkat menjadi aparatur sipil negara (ASN).
“Saya berharap Gubernur Lampung memberikan surat ke pemerintah pusat dalam pengangkatan tenaga kerja perawat yang saat ini sudah menjadi tenaga honorer atau TKS sampai 5 tahun,” kata Dedi.(*)
Laporan Sugiono, Wartawan Jejamo.com