Jejamo.com, Bandar Lampung – Pembangunan di desa menjadi salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Nawacita yang ketiga yakni “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka NKRI” sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2 Tahun 2014 tentang Desa, serta peraturan terkait desa lainnya menjadi instrumen regulasi dalam menerapkan Nawacita Presiden Joko Widodo tersebut.
Masalah yang kemudian muncul adalah regulasi yang relatif baru ini belum sepenuhnya dipahami oleh para pelaksana di daerah khususnya pemerintah desa. Hal lain yang cukup menjadi perhatian adalah semakin besarnya dana yang dikucurkan pemerintah pusat ke desa.
Besarnya dana yang harus dikelola oleh pemerintah desa belum selaras dengan kemampuan SDM di desa yang beragam, kondisi geografis yang sangat luas, serta jumlah penduduk dan luas wilayah yang bervariasi.
Hal tersebut diungkapkan anggota DPD RI Andi Surya dalam kunjungan kerjanya di Kecamatan Pugung, Tanggamus, Selasa, 16/5/2017. Menurut senator asal Lampung ini, seperti dalam rilis yang diterima redaksi Jejamo.com, DPD terus mengupayakan peningkatan dana desa.
Andi mengatakan, potensi masalah yang akan muncul dengan adanya ketidakselarasan ini adalah adanya tindakan kecurangan di pemerintah desa yang cukup tinggi. Menurut Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), kecurangan (fraud) adalah perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara secara licik dan bersifat menipu dan sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan.
Menurut Andi, ada tiga jenis fraud yakni penyalahgunaan aset, kecurangan laporan keuangan, dan korupsi. Kecurangan laporan keuangan nampak pada penyajiaan laporan keuangan (laporan APBDesa) yang dimanipulasi sehingga tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya.
Potensi kecurangan pengelolaan aset ini perlu diantisipasi dan dikendalikan melalui struktur dan sistem serta dicegah sehingga penggunaan dana desa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat desa secara keseluruhan.
Seluruh instansi seharusnya bersama-sama bersinergi dalam rangka pengendalian dan pengawasan dana di desa, baik pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pendamping desa dan pemerintah kabupaten.
Beberapa potensi kecurangan khususnya dalam pengelolaan aset perlu diidentifikasi dan dipetakan bersama-sama untuk selanjutnya ditempuh langkah pengendalian untuk meminimalisir potensi tersebut.
Dalam konteks pengawasan pengelolaan keuangan desa, beberapa pihak yang bersama-sama bersinergi dalam rangka melakukan pengawasan pengelolaan keuangan desa di antaranya masyarakat. Masyarakat mempunyai peran terbesar dalam pengawasan pengelolaan keuangan desa yakni pemantauan pelaksanaan pembangunan desa dan penyelenggaraan pemerintahan desa. Hal lain adalah BPD, camat dan inspektorat kabupaten.
“Sepanjang dana desa dikelola dengan baik dan realisasinya juga ada serta melibatkan masyarakat atau rembuk desa, maka jangan takut untuk memajukan desa kita,” tutup Andi Surya.(*)