Senin, November 11, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Opini Ramadan M Imron Rosadi: Makna Kejujuran

Muhammad Imron Rosadi. | Ist
Muhammad Imron Rosadi. | Ist

Ketua DPC PKS Kemiling

“Jujurlah pada dunia, karena yang kita tuju adalah surga.”

Kamis, 27 Ramadan, tepat pukul 04.35, tak sengaja kami menyaksikan dialog dua orang aktor dalam sebuah sinetron religi di salah satu stasiun swasta nasional. Isinya menarik, penuh hikmah, dan menggugah.

Kurang lebih ini muatan dialognya:

“Kang, berani jujurlah dalam kehidupan. Mungkin kejujuran Akang hari ini akan membuat kecewa banyak orang, khususnya keluarga. Namun ke depan, yakinlah insya Allah hidup akan lebih tenang dan berkah.”

“Kalo hidup Akang masih ditutupi kebohongan, mungkin hari ini masih banyak orang-orang yang bangga dan bahagia. Namun ke depan ketika kebohongan itu terungkap, akan banyak orang kecewa dan tersakiti yang tak mudah untuk terobati.”

Jujur masuk dalam kategori sifat manusia yang mudah diucapkan namun cukup sulit untuk diterapkan. Sifat jujur biasanya hanya bisa diterapkan oleh pribadi-pribadi yang sudah terlatih sejak kecil. Tanpa kebiasaan sejak usia dini, sifat ini tidak akan dapat ditegakkan.

Jika diartikan secara lengkap, jujur merupakan sikap seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu ataupun fenomena tertentu dan menceritakan kejadian tersebut tanpa ada perubahan/modifikasi sedikit pun atau benar-benar sesuai dengan realita yang terjadi.

Sikap jujur merupakan apa yang keluar dari dalam hati nurani setiap manusia dan bukan merupakan apa yang keluar dari hasil pemikiran yang melibatkan otak dan hawa nafsu.

Orang yang memiliki sifat jujur akan banyak mendapatkan kepercayaan dari masyarakat.

Orang-orang yang mencampuradukkan sifat jujur dengan sifat kebohongan yang pada akhirnya akan mendapatkan berbagai macam kerugian baik bagi dirinya maupun bagi orang lain yang ada di sekitarnya. Bukan bermaksud meratapi, namun sebagai evaluasi untuk kemudian diperbaiki.

Hari ini tentu kita semua menyaksikan, betapa kejujuran di negeri ini semakin langka kita temukan.  Ada yang mengemas apik kebohongan dengan dalih strategi dan skala prioritas, ada pula yang mengatasnamakan keterpaksaan dan ketidakberdayaan.

Logika berpikir di atas, bila terus menjamur tentu akan semakin merusak tatanan kehidupan. Di lini terkecil, keluarga contohnya, ke depan kita semakin banyak menjumpai para orangtua yang kurang jujur kepada anak-anaknya, kemudian anak-anak yang suka berbohong kepada orang tuanya, suami yang kurang dipercaya di mata istrinya serta sebaliknya.

Di dalam organisasi, pemerintahan dan sebagainya, bila kondisi tersebut terjadi, akan ada pemimpin-pemimpin yang memanfaatkan para anggotanya dan anggota organisasi maupun instansi yang taat di depan namun menusuk di belakang

Dalam hidup kita akan dihadapkan dengan berbagai macam pilihan. Idealnya tentu pada setiap pilihan yang kita ambil, kita akan mendapatkan kebaikan, dukungan serta citra baik dari orang lain.

Namun inilah dunia, kawah candradimuka tempat kita semua berproses menjadi pribadi-pribadi yang layak mendapatkan rekomendasi menjadi penduduk abadi di surga.

Satu keyakinan yang harus tertanam pada kita, pribadi yang senantiasa menjaga itegritas akan menjadi sosok yang dicintai kawan dan segani lawan.

Ini dibuktikan oleh Baginda Rasullullah SAW.  Di masa muda, jauh sebelum pendakwaan beliau sebagai nabi, para pemuka Arab telah mengakui kejujuran Rasulullah dan menyebutnya sebagai al-amin.

Hal itu dapat kita jumpai dalam peristiwa pemugaran Kakbah, suku-suku berselisih tentang siapa yang paling berhak memindahkan Hajar Aswad. Sampai akhirnya diambil kesimpulan, bahwa siapa yang datang paling pertama kesokan harinya maka apa pun keputusannya itulah yang akan diterima.

Keesokan harinya ternyata yang datang pertama kali adalah Nabi Muhammad saw. Maka mereka yang melihat Rasulullah saw yang datang pertama, mereka langsung mengatakan “haa dzal amiin” (ini adalah orang yang jujur), kita senang karena orangnya adalah Muhammad (saw.)”.

Tetapi dalam pelaksanaannya Nabi Muhammad tidak egois. Beliau menyuruh untuk membawa sehelai kain, yang mana setiap pemuka suku masing-masing memegang setiap sudut kain dan mengangkat Hajar Aswad secara bersama-sama.

Masya Allah, pribadi yang memiliki integritas akan dicintai dan disegani di dunia serta dirindukan oleh penduduk  surga.  Mari terus berproses. Semoga Ramadan mampu menarbiyah kita menjadi insan yang berintegritas.(*)

Populer Minggu Ini