Jejamo.com, Jakarta – Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengaku paling menghindari wawancara doorstop atau mencegat, yakni wartawan tak dikenal mengadang narasumber.
Hal tersebut diungkapkan Tito saat menjadi pembicara dalamFocused Group Discussion (FGD) Manajemen Komunikasi Pemerintah di Era Digital di Semarang, Jawa Tengah, Kamis.
“Saya paling menghindari doorstop karena saya tidak tahu siapa wartawan yang saya hadapi, apakah akan ‘menyerang’ saya. Kita ngomong apa nulisnya beda,” katanya.
Saat ini, menurut dia, Polri sedang berupaya membangun kepercayaan publik melalui manajemen media. Ia menyebut adanya media konvensional dan media sosial yang dirasa cukup cepat dan instan dalam membentuk opini publik.
“Media konvensional lebih mudah di-setting. Yang tidak mudah kalau pimpinan medianya juga memiliki kepentingan politik,” katanya. Oleh karena itu, lanjut dia, perlu dilakukan pendekatan personal.
Salah satu tantangan terbesar dalam membangun opini publik saat ini, menurut dia, yakni media sosial. “Di media sosial, semua orang bisa jadi ‘citizen jurnalis’. Ini lebih liar, pengelolaannya harus berbeda,” katanya.
Berkembangnya teknologi informasi, lanjut dia, menyebabkan munculnya dunia tanpa batas. Ia menuturkan demokratisasi atau demokrasi liberal yang terjadi tidak bisa dibendung lagi.
“Demokrasi yang lebih liberal membuat kita harus bertanggung jawab kepada rakyat. Oleh karena itu kita harus merebut kepercayaan publik,” katanya.
Salah satu tips yang disampaikan Tito dalam upaya meraih kepercayaan publik yakni dengan bicara jujur ke media massa. “Jujur ke media, tetapi tidak semua informasi kami sampaikan ke media,” katanya.(*)