Jejamo.com, Jakarta – Ketua Forum Rektor Indonesia, Suyatno meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristekdikti), memiliki pendekatan bijak terkait sanksi kepada dosen berstatus ASN (aparatur sipil negara), yang pro dan berafiliasi dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Terkait status ormas yang dilarang seperti HTI, ia memandang, semua pihak harus mentaati aturan pemerintah.
Namun, Forum Rektor meminta Kemenristekdikti tidak langsung memecat para dosen yang berafiliasi dengan HTI. “Tentu kita minta pemerintah bersikap lebih bijak menyangkut orangnya, perlu dialog dan pembinaan. Tidak lantas langsung dipecat. Karena ini menyangkut hak warga negara dan operasional di perguruan tinggi,” kata Suyatno kepada Republika, Rabu (25/7).
Menurutnya, jika setelah dilakukan pendekatan dialog dan pembinaan masih saja tidak berubah, maka tindakan sanksi oleh pemerintah bisa dilakukan. Karena jika langsung dijatuhi sanksi pemecatan,kebijakan itu akan berdampak luas terhadap Perguruan Tinggi di Indonesia, terutama sumber daya pengajarnya. “Begitu tahu jumlahnya banyak, itu juga akan berpengaruh pada proses pendidikan,” ungkapnya.
Intinya, kata Suyatno, HTI sebagai organisasi terlarang tentu tidak boleh berkembang di kampus. Namun, terkait dengan para anggotanya, perlu dilakukan pendekatan lebih bijak. Para dosen ASN yang diindikasi terkait HTI diminta melepas semua keterkaitannya. Dan bila mereka tetap saja enggan baru sanksi bisa dijatuhkan.
Rektor Universitas Prof. DR. HAMKA itu menegaskan, Forum Rektor Indonesia akan tetap mematuhi aturan yang dibuat Kemenristekdikti. Termasuk, penindakan dosen berstatus ASN yang tergabung dan berafiliasi dengan ormas yang dilarang pemerintah. “Kalau itu menjadi keputusan Kemenristekdikti, kita akan tetap patuhi,” tegasnya.
Karena itu menurutnya, sebelum langkah sanksi dijatuhkan Forum Rektor akan meminta daftar dari Kemenristekdikti, siapa saja para dosen ASN yang disinyalir terkait HTI ini. Kemudian pihak rektor di setiap perguruan tinggi akan melacak keberadaan mereka, lalu diberikan pendekatan dialog dan pembinaan.(*)