Jejamo.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyatakan, pemerintah akan mengambil pinjaman dalam negeri dan luar negeri dalam bentuk utang. Utang ini sudah disetujui di RAPBN 2018, dan sekitar belasan triliun rupiah akan digunakan untuk membeli alat utama sistem senjata (alutsista).
Direktur Jenderal (Dirjen) PPR Kemenkeu, Robert Pakpahan mengungkapkan, utang sebesar Rp399,2 triliun pada tahun depan sudah ada dalam draft Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018. Sumber dari utang tersebut yakni dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp414,7 triliun dan pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun.
“Di RAPBN 2018, pinjaman (netto) sebesar negatif Rp 15,5 triliun. Dari sana, artinya, kita lebih banyak membayar pokok pinjaman daripada mengambil pinjaman baru,” kata Robert di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 11/9/2017.
Robert merinci bahwa pinjaman negatif Rp15,5 triliun di 2018, terdiri dari pinjaman dalam negeri (netto) sebesar Rp3,1 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar negatif Rp18,6 triliun. Untuk pinjaman luar negeri jumlahnya negatif Rp18,6 triliun, artinya penarikan pinjaman luar negeri sebesar Rp51,5 triliun, sementara pembayaran cicilan pokok utang Rp70,1 triliun.
“Untuk penarikan pinjaman Rp 51,5 triliun, terdiri dari pinjaman tunai Rp 13,5 triliun dan pinjaman kegiatan proyek Rp 38 triliun,” imbuhnya.
Robert menerangkan, ada lima Kementerian/Lembaga pengguna pinjaman luar negeri terbesar, yaitu Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) sebesar Rp11,7 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp6,4 triliun, Polri sebesar Rp3,3 triliun, Kementerian Perhubungan Rp2,4 triliun, dan Kementerian Ristek Dikti sebesar Rp1,5 triliun.
“Kemenhan itu untuk kebutuhan alutsista. Dan lima Kementerian/Lembaga ini sudah menyerap pinjaman kurang lebih 90% dari pinjaman proyek,” ujar dia.
Khusus pinjaman dalam negeri sebesar netto Rp3,1 triliun, dijelaskan Robert terdiri dari penarikan utang sebesar Rp4,5 triliun dan pembayaran cicilan pokok Rp1,4 triliun.
“Ini (pinjaman) difokuskan untuk alutsista dan alat material khusus (alumatsus) yang diproduksi industri pertahanan dan keamanan dalam negeri. Sementara pemberi pinjaman dalam negeri adalah Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD),” pungkasnya.(Sindonews.com)