Jejamo.com, Tulangbawang Barat – Ramainya isu tentang kebangkitan komunisme di Indonesia menjelang peringatan G 30 S/PKI menjadi penanda bahwa esensi dari nilai-nilai kebangsaan sebagaimana sebagaimana yang diajarkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika perlu semakin rutin disosialisasikan agar dapat menjadi pedoman bagi kehidupan masyarakat.
Keempat pilar tersebut harus menjadi karakter dan pondasi yang kokoh untuk menangkal paham-paham komunisme, liberalisme, terorisme, radikalisme, dan paham-paham lain yang jelas tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Demikian hal tersebut disampaikan anggota DPR RI dari Fraksi PKS Ahmad Junaidi Auly saat melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan kepada warga di Balai Tiyuh Daya Asri, Tumijajar, Tulangbawang Barat, Minggu, 24/9/2017. Junaidi menegaskan, segala hal yang berbau komunisme atau PKI merupakan hal yang terlarang di Indonesia.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tentang kedudukan hukum pembubaran PKI dan ajaran-ajaran komunisme. Pada ketentuan itu disebutkan secara tegas bahwa keberadaan PKI di Indonesia dilarang, yang kemudian pada TAP MPR Nomor 1 Tahun 2003 diperkuat kembali bahwa TAP MPRS No 25 Tahun 1966 tersebut masih berlaku hingga sekarang.
“Empat pilar kebangsaan sangatlah penting, bukan hanya untuk dihafal dan diingat, tapi juga harus dipraktekkan dengan sungguh-sungguh agar cara pandang, cara bersikap, maupun berperilaku, semuanya mencerminkan nilai keindonesiaan,” kata Junaidi.
Ia berharap, kegiatan sosialisasi empat pilar ini dapat menjadi bekal bagi masyarakat agar tidak mudah terpengaruh terhadap paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UU 1945 khususnya paham komunisme.
“Secara organisasi, PKI memang telah bubar, namun sebagian kader maupun keturunannya masih tetap ada yang coba-coba menghidupkan paham ini lagi, oleh karenanya kita harus selalu waspada,” kata anggota Komisi XI DPR RI asal Lampung ini.
Ia melanjutkan, di samping bahaya komunisme, masyarakat khususnya para pemuda sebagai generasi penerus kepemimpinan bangsa, harus mampu membentengi diri dari efek buruk globalisasi yang dapat menyebabkan lunturnya nilai-nilai budaya, kekeluargaan, musyawarah mufakat, gotong royong yang kemudian perlahan berganti menjadi sikap individualistis, kebarat-baratan, serta hidup bebas dan konsumtif.
“Globalisasi memang tak sepenuhnya buruk, terdapat nilai positif seperti etos kerja yang tinggi, budaya disiplin, budaya bersaing positif, namun untuk memfilter dampak buruk dari globalisasi tersebut, pemuda perlu lebih mengenali dan menanamkan nilai-nilai keindonesiaan yang itu direpresentasikan melalui empat pilar kebangsaan,” pungkas Junaidi.(*)
Rilis