Jejamo.com, Bandar Lampung – Tugas jurnalis yang memverifikasi satu fakta ke fakta lain dan menguji kesahihannya mirip seperti apa yang pernah dilakukan perawi hadis. Para perawi menguji setiap konten dan sanad hadis sehingga bersambung langsung ke Nabi Muhammad Saw.
Setiap jurnalis juga demikian. Ia mesti menguji fakta yang tersaji di lapangan sehingga bisa merekonstruksinya dalam bentuk berita. Demikian disampaikan Pemimpin Redaksi Jejamo.com Adian Saputra saat mengisi pelatihan jurnalistik di GSG Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung, Sabtu lalu, 14/10/2017. Acara diikuti puluhan mahasiswa setempat.
Adian menuturkan, menulis berita, baik straight news maupun feature, pada dasarnya adalah merekonstruksi peristiwa. Jurnalis mesti mewawancarai narasumber terpercaya sehingga bisa mengumpulkan kepingan atau serakan fakta menjadi sebuah bentuk berita yang utuh dan komprehensif.
“Untuk itu, ketelitian, kecermatan, dan bekerja dengan saksama menjadi syarat utama,” ujar dosen luar biasa pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Raden Intan Lampung itu.
Adian juga menyoroti artikel hoax di media massa internet dan tersebar melalui media sosial. Adian mengatakan, ciri berita hoax umumnya judulnya bombastis, isi tak sesuai dengan judul, tidak ada nama penulis atau reporter, tidak ada nama editor, dan tidak ada boks redaksi pada web.
“Jangan mudah membagikan artikel di media sosial. Baca dahulu, pahami, cermati. Jika ditemukan kejanggalan, jangan disebar, berbahaya,” kata alumnus SMAN 2 Bandar Lampung itu.
Selama tiga jam Adian memandu pelatihan. Peserta juga diminta menulis berita usai Adian memaparkan materi. Dua dosen muda Fakultas Syariah, Abdul Qadir Jaelani dan Rudi Santoso menemani aktivitas mahasiswa itu sampai dengan acara selesai.(*)
Laporan Andi Apriyadi, Wartawan Jejamo.com
