Jejamo.com, Bandar Lampung – Ombudsman RI Perwakilan Lampung paling banyak menerima laporan mengenai administrasi kependudukan pada triwulan pertama tahun 2017. Dari 114 laporan yang diterima, sebanyak 49 laporan tentang administrasi kependudukan.
Dalam rilis yang diterima jejamo.com, Rabu, 25/10/2017, banyaknya laporan masyarakat mengenai administrasi kependudukan disebabkan karena ketersediaan blangko KTP Elektronik yang kosong.
“Ditambah lagi adanya ketidakpastian informasi dari penyelenggara layanan tentang kapan KTP-el jadi dan belum proaktifnya penyelenggara dalam memberikan pelayanan,” kata Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Lampung Nur Rakhman Yusuf.
Nur Rakhman menjelaskan, berkenaan dengan keluhan masyarakat terkait KTP-el tersebut, Ombudsman Republik Indonesia membuka kanal pengaduan di laman website Ombudsman. “Jadi apabila masyarakat ingin mengadukan permasalahan terkait KTp-el bisa langsung mengunjungi website tersebut.” ujar Nur Rakhman.
Sementara itu, dugaan maladministrasi yang paling banyak dilaporkan masyarakat kepada Ombudsman diantaranya berupa penundaan berlarut sebanyak 76 laporan, disusul tidak memberikan pelayanan sebanyak 14 laporan. Kemudian penyimpangan prosedur sejumlah 12 laporan.
Menurut Nur Rakhman, masih banyaknya pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik menunjukan bahwa partisipasi masyarakat dalam mengawasi pelayanan publik cukup tinggi dan hal ini patut diapresiasi.
“Di sisi lain, hal itu juga menunjukan masih banyaknya praktik maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Lampung. Maka dari itu, diperlukan juga komitmen dari penyelenggara layanan untuk mewujudkan pelayanan publik berkualitas,” tambahnya.
Nur Rakhman juga menjelaskan, untuk mencegah terjadinya praktik maladministrasi, Ombudsman juga berperan aktif dalam memberikan pemahaman kepada penyelenggara layanan dan masyarakat mengenai apa itu maladministrasi dan dampaknya bagi masyarakat dan penyelenggara layanan. Kegiatan pencegahan maladministrasi tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi, monitoring, kerjasama, pengembangan jaringan dan partisipasi publik.(*)