Jejamo.com, Jakarta – Kasus penyerangan orang gila terhadap tokoh agama, ulama atau kiai, seperti yang disampaikan polisi, memunculkan banyak spekulasi dari masyarakat. Mulai dari keraguan diagnosa polisi hingga kecurigaan dalang yang mengarahkan orang yang disebut gila tersebut.
Apakah benar orang gila bisa diarahkan untuk melakukan operasi dan penyerangan di lapangan? Ternyata Pengamat Intelejen, Soeripto mengatakan, orang gila pun bisa ‘dioperasikan’.
“Operasi penyerangan seperti ini bisa menggunakan orang gila. Mereka bukan didoktrin, seperti orang waras, tapi mereka direkayasa suasana jiwanya, disentuh sisi emosinya,” ungkap Soeripto yang dikenal sebagai tokoh intelijen ‘tiga zaman’ ini, Rabu (21/2).
Orang gila yang akan dioperasikan ini, kata dia, dipelajari dulu dimana sisi emosinya tersentuh. Kapan orang-orang gila ini mudah terpancing, dan bertindak agresif dan kapan dia menjadi tenang.
Setelah dipelajari sisi emosinya, kemudian disentuh emosinya tersebut, hingga kemudian orang gila yang siap dioperasikan ini akan bertindak agresif. “Jadi, orang gila pun sangat bisa untuk dioperasikan,” ujarnya.
Mantan staf Kepala Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin) periode 1967-1970 ini mengatakan contohnya ada. Salah satunya, kasus pembunuhan Presiden AS John F Kennedy. Pelaku pembunuhan Kennedy, menurutnya, latar belakang kejiwaannya tidak stabil. Tapi pelaku berhasil membunuh Kennedy.
Secara nalar orang awam memang sulit diterima, bagaimana orang gila bisa menentukan targetnya. Tapi bagi Soeripto, dalam pengetahuan intelejen kemampuan observasi dan mengidentifikasi orang dengan tepat itu bisa. Dan setelah itu barulah mereka diprogram.
“Jadi sebelum mereka diprogram dan dioperasikan, mereka sudah dipelajari lebih dulu. Dan ketika dioperasikan, ternyata bisa berjalan beriringan di berbagai daerah. Ini berarti jaringannya berjalan baik,” ujarnya.
Karena itu, diungkapkan dia, tidak heran bila kejadian penyerangan tokoh agama dan ulama ini terjadi berturut-turut dan tidak hanya terjadi di satu tempat. Dan tidak mungkin ini disebut kebetulan. “Pasti ada skenario dan rekayasanya,” tegasnya.
Dan yang bisa melakukan hal semacam ini, menurutnya, adalah mereka yang punya kemahiran dan pengetahuan untuk melakukan operasi intelejen tertutup, bukan terbuka.
Operasi terbuka biasanya dilakukan orang biasa, mereka memiliki pengetahuan secara umum. Tapi kalau operasi tertutup dioperasikan oleh orang orang yang memiliki pengetahuan khusus, dan biasanya memiliki kemampuan operasi intelejen yang baik.
“Jadi dari analisa deduktif spekulatif saya pasti ada yang ‘ngerjain’ artinya ada rekayasa.” Walau benar secara medis penyerang didiagnosa gila, tapi dia bisa direkayasa melakukan penyerangan kepada pada orang orang tertentu.
“Bukan berarti saya menuduh lembaga intelejen terlibat disini,” tegasnya. Tapi, mereka yang mengoperasikan ini, bisa jadi memiliki kemampuan intelejen, dan memiliki kemampuan operasi tertutup.
Dan apa tujuan operasi ini?. Menurut Soeripto tentu tujuannya tidak lain untuk memberikan kepanikan dan ketakutan pada masyarakat. Karena dulupun, menurutnya, hal seperti ini pernah terjadi, jadi cara seperti ini bukanlah hal yang aneh.(*)