Berita Bandar Lampung, Jejamo.com – Malam yang cerah di sebuah rumah mewah klasik dengan ukiran-ukiran tangan seni khas Yogja pinggir jalan. Lelaki kurus ini kelahiran Pringombo, 15 April 1980. Memiliki wajah ramah, tinggi badan 170 cm, dan berkulit sawo matang.
Ia memakai kaus dan sarung. Lelaki ini bernama lengkap Rianto Pamungkas yang kerap disapa Anto. Anto bercerita pengalaman menjual kopi “Klangenan”. Awal 2000, setelah lulus dari STM, Anto pergi merantau ke Tulangbawang, tepatnya di Rawajitu Timur (Dipasena).
Ia sempat membuka stan buku. Di sana Anto memiliki ide berjualan kopi karena menganggap akan laku bila dijual di Dipasena.
Tekadnya bulat. Mulailah Anto berusaha kopi dengan modal awal cincin 4 gram yang diberikan ibunya. Awal 2001, Anto memulai berusaha kopi di Dipasena. Usahanya berjalan bagus. Tahun 2003, Anto pulang ke kediaman orangtuanya di Pringumpul, Pringsewu, untuk melanjutkan kembali usahanya.
“Klangenan” adalah merek usaha kopinya. Ketika itu Anto menjadi salah satu panitia di sebuah acara tetangganya. Anto mendengarkan obrolan asyik dari beberapa temannya yang membicarakan tentang warung makanan yang paling enak.
Semua teman memberikan argumen hingga ada salah seorang yang berkata “Sebenernya panganan kalo ngelangeni pasti dicari orang.”
Itulah asal mula Anto terinspirasi dari kata “Ngelangeni” dengan kata dasar “Klangenan” yang memiliki arti ketagihan. Anto berharap, nama “Klangenan” bisa membuat setiap orang yang meminum kopinya ketagihan dan pengen lagi.
Anto mengakui, berusaha kopi ini memiliki hambatan, terutama pada modal awal membuat usahanya. Apalagi hampir semua jenis makanan masih menanggung BS (produk dibawa pulang kembali ke pabrik dari toko karena tidak terjual). Itulah hambatan Anto ketika memulai usaha kopinya.
Usaha kopinya ini bisa dikatakan sukses.
“Ini semua tidak terlepas dari doa orangtua dan dukungan keluarga besar,” katanya kepada jejamo.com beberapa waktu lalu.
“Mungkin ke depan saya melakukan ekspansi pasar. Untuk ekspansi produk mungkin belum, karena investasinya terlalu besar. Saya tetap memakai basis penjualan kopi hitam dan akan diekspansi ke daerah-daerah yang belum terjamah,” ujar lelaki yang memiliki empat putri ini.
Anto mengatakan, kopi “Klangenan” menyasar masyarakat menengah ke bawah. Harga kopi ini sendiri terjangkau masyarakat menengah ke bawah.
Ia memiliki cita-cita mengembangkan usaha kopinya di berbagai provinsi.
“Saya berharap anak-anak saya kelak membuka pesantren Tahfidz Alquran. Siapa yang bersekolah di sana gratis karena saya yang membiayainya,” ujarnya.
Anto juga berharap, seorang anaknya menjadi dokter spesialis. Tujuannya, siapa saja yang berobat kepada tidak usah membayar. “Saya terinspirasi dokter di Semarang, Dokter Oi,” kata dia.
Dia mengatakan, pengusaha di Indonesia sangatlah sedikit jika dibandingkan penduduknya. Beda halnya dengan negara-negara maju seperti Eropa yang wirausahawannya 10% dari jumlah penduduknya.
“Jika hanya mengandalkan pekerjaan-pekerjaan resmi dari pemerintah ataupun swasta, sangat sedikit,” ujarnya.
Ia juga berpedoman pada hadis Nabi Muhammad Saw yang mengatakan, pintu rezeki itu ada 10 dan 9-nya adalah berdagang. Nah, jika Anda hendak mengudap secangkir kopi “Klangenan” ini, silakan mampir ke Jalan Kesehatan RT 009/RW 004, Kelurahan Pringsewu/Pringkumpul, Kabupaten Pringsewu.(*)
Laporan Miranti, kontributor jejamo.com, Portal Berita Lampung Terbaru Terpercaya