Kamis, Desember 19, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Opini: Memanen Hujan, Menjaga Kelestarian Air Tanah

Ilustrasi. | Dokumentasi

Oleh Rustadi

(Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Lingkungan Universitas Lampung)

MUSIM kemarau yang mulai melanda Bandar Lampung menumbuhkan kekhawatiran ketersediaan air baku. Dampak kelangkaan hujan telah menyurutkan ketinggian muka air tanah dan mengeringnya mata air sebagai sumber air bersih.

Keberadaan air di daerah aliran sungai (DAS) yang dimanfaatkan oleh PDAM juga berkurang, sehingga kemampuan distribusi air kepada konsumen menurun bahkan kerap mati.

Datangnya musim kemarau telah rutin memicu kesulitan mendapatkan air bersih di sejumlah kecamatan di Kota Bandar Lampung.

Di wilayah Way Halim, selama musim hujan warga mengandalkan sumur galian untuk mendapatkan air. Namun air sumur mengering saat memasuki kemarau.

Krisis air tanah juga kerap dialami warga Teluk Betung, Kedaton, Sukarame, Way Kandis, Labuhanratu, dan Gunungterang. Di Telukbetung, warga terpaksa membeli air dari pedagang dengan nominal Rp3.000 per galon.

Warga tidak jarang meminta bantuan tetangga yang memiliki sumur bor, setiap pagi dan sore, air dialirkan melalui selang dari rumah si empunya air ke rumahnya.

Selain meminta kepada tetangga yang punya sumur bor, beberapa warga juga mencuci dan mengambil air di masjid sekitar. Namun, pengambilan air dibatasi oleh pengurus masjid. Sebab, dikhawatirkan kebutuhan air untuk jemaah yang hendak salat tidak tercukupi.

Musim kemarau disisi lain membawa berkah untuk pengusaha jasa pemboran. Pengusaha jasa sumur bor di Bandar Lampung mengaku kebanjiran pesanan pengeboran sumur, terutama dari warga yang kini sumurnya sudah mengering akibat kemarau.

Antrean warga yang minta pengeboran sumurnya cukup banyak, mereka harus menunggu beberapa hari untuk bisa dikerjakan.

Air tanah menjadi komponen penting sumber air baku di Bandar Lampung. Eksploitasi air tanah senantiasa meningkat dari tahun ke tahun seiring bertambahnya jumlah penduduk dan tumbuhnya sektor industri.

Di sisi lain laju pertumbuhan penduduk di Bandar Lampung mengakibatkan ketidak-selarasan daerah resapan dan daerah terbangun.

Berkurangnya daya dukung lingkungan untuk resapan air hujan berbanding terbalik dengan volume ekploitasi yang semakin meningkat menyebabkan air tanah menjadi cepat menyusut hingga semakin dalam.

Awal tahun 1990, air tanah masih mudah diperoleh hanya dengan sumur gali dengan kedalaman 8-10 meter. Saat ini, air tanah dapat diperoleh dengan membuat sumur bor di kedalaman 30-100 meter. Bahkan di beberapa wilayah Bandar Lampung, keberadaan air tanah semakin langka.

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan yang terbentuk hasil resapan air hujan. Pembentukan air tanah memerlukan waktu panjang sesuai dengan kedalaman lapisan tanah yang dapat terisi oleh air.

Keberadaan air tanah sangat tergantung pada sifat batuan di suatu tempat.

Secara geologi, Mangga ahli hidrogeologi Sumber Daya Air di Bandung, menafsirkan tidak semua wiayah di Bandar Lampung memiliki keterdapatan air tanah yang baik.

Intensitas curah hujang di Bandar Lampung berada pada kategori tinggi. Namun menyusutnya area resapan, keberlimpahan air hujan menjadi permasalahan genangan dan banjir di musim hujan.

Hanya sedikit yang dapat ditangkap untuk membentuk air tanah. Sebagian besar dibuang percuma ke lautan melalui DAS yang ada di Bandar Lampung.

Tantangan semakin sulitnya keberadaan resapan, perlu disiasati agar air hujan tidak terbuang secara percuma. ‘Panen’ air hujan atau Rain Water Harvesting berbasis lingkungan rumah menjadi solusi di perkotaan.

‘Panen’ air hujan atau Rain Water Harvesting merupakan teknik mengumpul-kan dan menampung air hujan dari atap rumah kemudian dialirkan ke bawah tanah membantu percepatan resapan.

Bila konsep ‘memanen’ air hujan ini di dapat diterapkan pada sebagian besar rumah di Bandar Lampung, dapat membantu pembentukan air tanah yang dapat dimanfaatkan saat memasuki musim kemarau.

Sistem ‘Panen’ Air Hujan

Untuk menerapkan sistem ‘Panen’ air hujan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemilik rumah. Berikut ini adalah sistem kerja fasilitas ‘panen’ air hujan secara sederhana.

Air hujan yang jatuh ke atap rumah ditampung talang. Setelah itu, disalurkan melalui pipa menuju ke tangki. Tangki tersebut berfungsi menyaring air dari daun, ranting, dan kotoran lain yang terbawa oleh hujan.

Air yang berada di talang, kemudian dialirkan ke tangki pertama yang berfungsi menyaring air hujan yang turun selama 10 menit pertama.

Air tersebut biasanya mengandung lebih banyak polusi dan kotoran, sehingga harus diolah secara khusus.

Setelah proses tersebut, air dimasukkan ke tangki kedua yang di dalamnya terdapat dua buah bak terpisah dengan fungsi yang berbeda.
Bak pertama untuk proses penyaringan atau filterisasi. Bak ini berisi lapisan zeolit, ijuk, dan karbon aktif.

Selanjutnya, bak kedua untuk menyimpan air yang sudah bersih dan siap digunakan dan juga yang akan diresapkan untuk membentuk air tanah. []

Populer Minggu Ini