Jejamo.com, Semarang – Ketidakharmonisan keluarga yang berujung pada gugatan perceraian menjadi tren yang selalu menanjak dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Pengadilan Agama Kelas I A Kota Semarang, ibu kota Jawa Tengah ini menduduki peringkat ketiga dengan kasus gugatan cerai tertinggi setelah Cilacap dan Brebes.
Aksi Cepat Tanggap (ACT) sebagai lembaga kemanusiaan merespons hal tersebut, Salah satunya dengan menginisiasi program Humanity Parenting Class yang digelar pada Minggu (3/8/2019), di outlet Rabbani, Semarang.
“Berdasarkan data kami, erat kaitannya antara faktor ekonomi dengan tingginya angka perceraian. Ditambah dengan minimnya pemahaman peran suami-istri dalam berumah tangga, ini berimplikasi pada buruknya metode mendidik anak,” terang Giyanto selaku Head of Partnership ACT Jawa Tengah.
Program Humanity Parenting Class diakui Giyanto akan sejalan dengan program pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diikhtiarkan ACT.
“Alhamdulillah di Jawa Tengah, ACT sudah memiliki desa binaan tersebar di 14 kecamatan yang akan kita fasilitasi agar mereka sejahtera secara ekonomi. Selain itu, kita juga akan mengedukasi masyarakat, terutama yang sudah berkeluarga, melalui program Humanity Parenting Class. Tujuannya agar menciptakan keluarga yang harmonis,” tutur Giyanto.
Semantara itu, Darosy Endah Hyoscyamina selaku pemateri dalam Humanity Parenting Class meyakini bahwa negara yang sejahtera dimulai dari harmonisnya keluarga. “Keluarga adalah fondasi yang paling utama. Saya yakin dalam keluarga yang baik, akan melahirkan masyarakat yang baik. Masyarakat yang baik budi pekerti dan akhlaknya akan menjadikan Indonesia jauh lebih baik,” jelasnya.
Dosen yang akrab dipanggil Bunda Darosy itu berharap ke depannya para orang tua wajib mengerti ilmu parenting. “Kerap kita dengar istilah anak yang durhaka kepada orang tua. Kalau dilihat lebih dalam, banyak juga kasus orang tua yang durhaka terhadap anaknya. Misalnya saja, orang tua memberikan makanan, pakaian yang tidak sesuai syariat itu sudah bagian dari kedurhakaan orang tua kepada anaknya. Kalau cara untuk mendapatkannya tidak benar, maka semua hasilnya juga tidak benar,” imbuh Bunda Darosy.
Peserta Humanity Parenting Class terlihat antusias, mulai dari orang tua sampai anak muda. Salah satunya adalah Rihadatul Aisy (22), yang tertarik ikut Humanity Parenting Class meski masih lajang. “Karena nantinya juga akan menikah dan punya anak. Untuk belajar mendidik anak juga harus dimulai dari sebelum menikah. Jadi ke depan sudah punya bekal cara mendidik anak yang ngga mudah. Dengan karakteristik anak yang berbeda-beda otomatis cara menasihati dan mendidiknya juga berbeda,” tutur Rihadatul. []