Jejamo.com, Bandar Lampung – Generasi muda didorong lebih tanggap bencana. Tidak hanya ketika bencana terjadi, akan tetapi juga berusaha mengurangi risiko yang ditimbulkan akibat sebuah bencana lewat pengetahuan dan teknologi mitigasi bencana yang terus dikembangkan.
Pemahaman generasi muda terhadap risiko bencana, dinilai mampu mengubah tatanan masyarakat yang lebih tanggap bencana.
Hal tersebut menjadi intisari dari kegiatan Seminar Nasional Kebencanaan yang diadakan Unit Pelaksana Teknis Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (MKG) Institut Teknologi Sumatera (Itera), di Aula Gedung Kuliah Umum kampus ITERA, Selasa (17/9/2019).
Seminar nasional yang mengusung tema Peran Generasi Muda untuk Tanggap Bencana di Era Revolusi Industri 4.0. tersebut menghadirkan tiga pemateri yakni Ketua Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI) Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D., Staf Balai Litbang Bahan dan Struktur Bangunan,Pusat Litbang Perumahan dan Permukiman, Kementrian PUPR, Maya Angraini ,M.T., dan Kepala UPT MKG Itera, Drs. Zadrach Ledoufij Dupe, M.Si. Kegiatan tersebut juga dihadiri perwakilan dari BMKG Maritim, BMKG Klimatologi, BMKG Geofisika dan BMKG Meteorologi serta, instansi pemerintah yang berkaitan dalam penanganan kebencanaan lain seperti Basarnas, Bapeda dan Petugas Pos Gunung Api Anak Krakatau.
Ketua Pelaksana Seminar Nasional Kebencanaan UPT MKG ITERA, Erlangga Ibrahim Fattah, S.Si., M.T., menyampaikan, seminar diikuti oleh sebanya 385 peserta dengan 30% di antaranya merupakan Siswa SMA – Sederajat dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Lampung.
Rektor Itera yang diwakili oleh Wakil Rektor Bidang Non Akademik Prof. Dr. Sukrasno, M.S., menyebut, sebagai Institut Teknologi yang didirikan untuk menjawab permasalahan di Pulau Sumatera, Itera memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat tentang mitigasi bencana.
Apalagi, Pulau Sumatera dan Lampung khususnya termasuk daerah yang rawan bencana, baik gempa, tsunami dan potensi bencana lain.
“Bencana selalu menimbulkan kerugiaan materil dan korban jiwa. Sehingga, Menteri Riset dan Teknologi juga meminta perguruan tinggi memasukkan mitigasi bencana dalam kurikulum. Oleh sebab itu, Itera melalui UPT MKG mencoba untuk memberikan pelayanan terkait mitigasi bencana,” ujar Prof. Sukrasno.
Sementara, Ketua Umum Ikatan Ahli
Kebencanaan Indonesia, Ir. Harkunti Pertiwi Rahayu, Ph.D., dalam pemaparannya menyampaikan, sangat tepat jika edukasi mitigasi bencana ditujukan kepada generasi muda terutama pelajar dan mahasiswa.
Sebab, generasi mudalah yang ke depan lebih banyak berperan baik dalam perencanaan hingga penyusunan regulasi dan kebijakan yang perlu diambil guna mengurangi dampak sebuah bencana.
“Bencana pasti akan terjadi, tetapi kapan waktunya yang belum diketahui. Yang menjadi masalah, regulasi kita sudah cukup banyak, namun pelaksanannya yang masih sangat minim. Selain itu perencanaan berbasis mitigasi bencana juga belum teralisasi, sehingga tugas mahasiswa adalah menjadi pengingat kita bahwa Lampung perlu perencanaan untuk menghadapi bencana di masa yang akan datang,” ujar Harkunti.
Harkunti menyebut, bangsa Indonesia sebenarnya telah diakui sebagai penyedia layanan tsunami di dunia dan mampu memberikan informasi tentang tsunami ke 28 negara.
Di kawasan Samudera Hindia hanya ada tiga Negara yang dapat melakukan hal tersebut yakni, Australia, India dan Indonesia. Meskipun, teknologi canggih yang dimiliki oleh Indonesia, hanya mampu mendeteksi tsunami yang diakibatkan oleh gempa tektonik.
“Peralatan kita sudah sangat canggih, namun dari bencana tsunami di Palu dan Selat Sunda lalu, kita kembali diingatkan, bahwa tsunami juga dapat disebabkan oleh faktor selain gempa tektonik, seperti longsoran kaldera, atau bahkan akibat hujan meteor yang mungkin saja ke depan terjadi,” ujar dosen ITB itu.
Pemateri lainnya, Maya Angraini ,M.T. memaparkan materi seputar perencanaan bangunan yang tahan gempa sebagai upaya mitigasi bencana gempa bumi yang kerap terjadi di Indonesia.
Sementara, Kepala UPT MKG Itera, Drs. Zadrach Ledoufij Dupe, M.Si., menekankan seputar standar prosedur yang perlu ditaati dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya bidang transportasi.
Ia mencontohkan, selama ini transportasi udara, selalu membutuhkan informasi data-data prakiraan cuaca dari BMKG untuk sebuah penerbangan. Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya bencana kecelakaan yang diakibatkan oleh factor cuaca.
Zadrach menyebut, sebagai kampus pionir dalam bidang teknologi di Sumatera, Itera harus terus berperan dalam mengembangkan pengetahuan-pengetahuan seputar teknologi mitigasi bencana. Demikian rilis Humas Itera yang diterima jejamo.com. []