Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Opini: Ongkos Angkot dan Gharar

Angkot ngetem bikin macet. | Aziz Rifaldi

Oleh Muhammad Farhan Izzudin
(Mahasiswa STEI SEBI)

PERNAH naik angkot atau kendaraan umum semacamnya?

Angkot adalah alternatif ketika akan menuju suatu tempat namun tak memiliki kendaraan. Soppir akan mengantar ke arah tujuan sesuai dengan arahnya dengan tarif sesuai di mana penumpang turun.

Memang sih, di zaman sekarang sudah jarang yang namanya angkot, yang ada juga Gojek, Grab, Uber, dll.

Namun yang unik dalam naik angkot ini adalah kebiasaan masyarakat di sekitar kita tidak langsung membayar angkot, melainkan dibayar ketika mereka turun.

Dan yang lebih uniknya adalah bagi para pendatang dari luar kota, ketika naik angkot itu tidak mengetahui tarifnya.

Jadi, sebenarnya akad apakah naik angkot tersebut? Ini menjadi pertanyaan saya sendiri sebagai penulis.

Melihat dari segi transaksinya, menggunakan fasilitas umum seperti angkot ini adalah masuk ke dalam model transaksi ijarah karena termasuk dalam jasa sewa, sewa tenaga dari supir, sewa kendaraan.

Angkot dikategorikan sebagai transaksi sewa jasa mengantarkan. Syarat upah yang jadi kewajiban penumpang itu yang pertama.

Harga tersebut diketahui baik nominalnya atau pun referensinya. Makanya tidak diperkenankan menyewa jasa tertentu dengan upah/harga yang belom diketahui.

Kedua, upah harus sesuai kesepakatan antara si penumpang sama penjual jasanya, intinya di sini sama-sama rida.

Ketika penumpang naik angkot tanpa adanya akad dan kemudian bayar setelah mereka turun, hal tersebut tidak termasuk akad apa pun. Itu hanya pembayaran ongkos (ujroh) menurut satu pendapat.

Ketika naik angkot disertai ucapan akad sewa dan tidak dibayar sewaktu naik, dengan kata lain akan dibayar ketika turun, itu termasuk akad ijarah yang tidak sah (fasidah).

Oleh karena itu, ketika naik angkot jika bayar saat turun, ketika naik tidak perlu ucapan transaksi. Ketika ada ucapan, harus bayar saat itu juga.

Tapi kalau keadaanya kita tidak tahu harga jasanya, apakah termasuk gharar?

Ternyata ada gharar yang diperbolehkan. Contohnya seperti perihal angkot ini. Kok bisa?

Meskipun pada dasarnya gharar dilarang, dalam beberapa kondisi tertentu horor diperbolehkan.

Contohnya adalah gharar sedikit jika terjadi error dalam suatu akad akan tetapi gharar yang terjadi itu sedikit dan tidak diperhitungkan, Maka hal itu tidak menjadi masalah dan tidak haram.

Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam kitab Zaadul Ma’ad jilid 5 halaman 728, menuturkan bahwa tidak setiap gharar menyebabkan keharaman.

Jika sedikit atau tidak bisa dihindari atau tidak menyebabkan akad menjadi tidak sah.

Beberapa dengan gharar yang banyak dan bisa dihindari yaitu jenis-jenis jual beli yang dilarang oleh Rasulullah atau praktik serupa. Maka inilah yang merusak keabsahan suatu akad.

Jadi, yang diharamkan adalah gharar yang banyak. Jika ghararnya sedikit, tidak haram.

Tetapi kemudian timbul pertanyaan, apa yang membedakan banyak dengan sedikit kok? Adakah ukurannya?

Ad Dasuqi, salah seorang ulama mazhab Maliki telah menjawab pertanyaan tersebut.

Menurutnya, ukuran yang sedikit itu adalah yang dimaklumi oleh orang-orang pada umumnya, Jadi gharar sedikit itu adalah gharar yang sudah dimaklumi adanya dalam suatu tradisi pasar di mana orang-orang menganggapnya hal yang biasa dan tidak ada yang merasa dirugikan.

Sebagai contoh lainnya yaitu WC dengan harga masuknya biasanya dipatok Rp2.000 sekali masuk. Di sini ada gharar.

Sebab setiap orang berbeda-beda dalam pemakaian air di WC itu. Ada yang habis 2 gayung ada yang habis bergayung-gayung.

Akan tetapi harganya sama tetap Rp2.000. tetapi ini sudah lumrah adanya. Penyedia WC pun tidak merasa dirugikan. Sebab seboros apa pun orang buang hajat tidak akan habis 1 sumur bukan? []

Populer Minggu Ini