Minggu, November 10, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Abdul Penjual Es Tebu IAIN Raden Intan Lampung, Mau Anaknya Jadi Magister

Abdul, penjual es tebu di IAIN Eaden Intan Lampung. Ia ingin menyekolahkan anak hingga pascasarjana. | Siti Dewi Wulandari/Jejamo.com
Abdul, penjual es tebu di IAIN Eaden Intan Lampung. Ia ingin menyekolahkan anak hingga pascasarjana. | Siti Dewi Wulandari/Jejamo.com

Berita Bandar Lampung, Jejamo.com – Di bawah terik matahari di kawasan kampus IAIN Raden Intan Lampung, tampak seorang pria paruh baya mengenakan baju takwa (koko) kecokelatan berpadu hitam. Lengan bajunya dilipat ke atas.

Ia memakai peci hitam bergaris bulat putih dan celana kain hitam. Ia sibuk dengan pekerjaannya: menjual es tebu di pinggir jalan raya, tepatnya di samping gerbang kampus setempat.

Wajahnya menyiratkan optimisme dalam mencari nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Pria kelahiran 49 tahun silam ini bernama Muhammad Abdul Fatah atau kerap disapa Pak Abdul. Ia ayah dari empat orang anak hasil pernikahan dengan istrinya, Sutentrem.

Abdul telah bekerja sebagai penjual es tebu sekitar empat tahun yang lalu. “Awalnya berjualan di depan Kantor Pos yang tempatnya depan kampus IAIN ini, tapi kemudian saya pindah di sini,” ucapnya sambil tersenyum kepada jejamo.com beberapa waktu yang lalu.

Berjualan es tebu di samping gerbang IAIN merupakan tempat yang strategis bagi Abdul dalam mencari nafkah. Setiap hari, es tebu Abdul dibeli mahasiswa. Menurut Abdul, per harinya ia bisa mendapat penghasilan Rp600 ribu. “Itu lebih dari cukup untuk menafkahi istri dan anak-anak saya,” ujarnya.

Menjual es tebu adalah satu-satunya kebisaan Abdul dalam menafkahi keluarga. Ia bersyukur dengan penghasilan yang didapat setiap hari. Abdul membiayai keperluan istri dan anak-anaknya dari hasil pekerjaannya tersebut. Bahkan, ia sanggup menyekolahkan anak keduanya hingga level sarjana.

Anak keduanya, Hurya Sandiana yang biasa disapa Rya, adalah alumnus Jurusan Bimbingan Konseling Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung. Kini Rya mengajar di salah satu sekolah swasta, Tunas Mekar.

Awalnya Rya ingin melanjutkan magister dengan jurusan yang sama. Keterlambatan dalam wisuda  menghambat langkah Rya melanjutkan pascasarjana.

“Sebenarnya saya ingin melanjutkan sekolah Rya sampai S-2, tapi jurusan yang diinginkan hanya ada di luar Lampung. Anak saya wisuda bulan Oktober, pendaftaran di kampus yang di luar lampung itu sudah tutup, makanya tidak jadi,” ujar Abdul.

Jika luang, Abdul menggunakan dengan sebaik-baiknya. Ia tepat waktu salat berjamaah di masjid. “Walau miskin harta di dunia, tetapi setidaknya saya tidak miskin di akhirat,” pungkasnya.(*)

Laporan Siti Dewi Wulandari, kontributor jejamo.com, Portal Berita Lampung Terbaru Terpercaya

Populer Minggu Ini