Jejamo.com, Bandar Lampung – Seorang mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) membunuh dosennya lantaran dendam.
“Kalau dilihat dari usianya, mahasiswa tersebut berada pada masa remaja akhir. Di masa ini, seharusnya perkembangan emosi remaja sudah mulai dapat mengendalikan diri. Namun, jika pada masa remaja akhir ia masih bersikap temperamental, sensitif, dan reaktif, diduga ia mengalami hambatan kematangan emosi,” kata psikolog yang juga dosen Bimbingan Konseling FKIP Universitas Lampung Shinta Mayasari kepada jejamo.com via percakapan Facebook, Rabu, 4/5/2016.
Shinta mengatakan, hal ini dapat disebabkan karena yang bersangkutan berkembang dalam lingkungan yang kurang kondusif sehingga mengalami perilaku maladaptif. Contoh perilaku maladaptif adalah agresif (melawan) dan regresif (lari dari kenyataan).
Selain itu, kata alumnus SMAN 2 Bandar Lampung ini, dari aspek perkembangan moral, masa remaja sedang berorientasi pada pembinaan hubungan yang saling menguntungkan dengan lingkungan. Ia membutuhkan relasi yang dapat membuatnya merasa diterima, dihargai, dan dinilai positif oleh orang lain.
“Sebagai orang yang lebih dewasa, kita perlu menghadapi remaja dengan cara yang komunikatif, responsif, dan demokratis. Orang dewasa perlu mengambil inisiatif untuk mulai berkomunikasi dengan remaja untuk membicarakan aturan dan konsekuensi terhadap perilaku mereka,” tuturnya.
Saat ini, ujar Shinta, orang dewasa tidak dapat bersikap otoriter kepada remaja karena remaja merasa dirinya sudah dewasa. Karena itu, lanjutnya, segala sesuatu perlu dirundingkan secara demokratis.
“Remaja perlu dimintai pendapatnya, diajak berunding untuk mengambil kata sepakat, diajak untuk curah pendapat tentang berbagai konsekuensi atas perilakunya. Sehingga mereka dapat tumbuh dan belajar bertanggung jawab,” pungkasnya.(*)
Laporan Adian Saputra, Wartawan Jejamo.com