Jejamo.com, Lampung Tengah – Ribuan warga adat Marga Anak Tuha di Kampung Bumi Aji, Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah menghadiri acara Cangget Mupung Mupadun di Gedung Sesat Bumi Aji, Sabtu malam, 30/9/2016.
Cangget Mupung Mupadun merupakan tarian yang dimainkan muli (pemudi) dan calon penyeimbang adat, pada saat upacara pemberian gelar sultan di Marga Anak Tuha. Sedikitnya 101 muli dan 10 calon sultan berpartisipasi dalam tarian Cangget Mupung Mupadun ini.
Hanafi, salah satu tokoh adat setempat memaparkan, kesepuluh calon sultan yang akan diberi gelar yakni Minak Bagindo, Raja Alam, Raja Kebumi, Bandar Pangeran, Rahman, Raja Asri, Raden Tuan, Batin Paksi, Ratu Midan dan Arsyad. “Prosesi sebelum pemberian gelar dilakukan, kami menggelar tarian Cangget Mupung Mupadun. Para muli dari anak penyeimbang adat,” jelasnya.
Dia menambahkan, busana yang dikenakan oleh para penari adalah busana asli daerah seperti yang dikenakan pengantin wanita asli suku Lampung lengkap dengan siger dan tanggainya.
Busana yang dipakai penari yakni Sesapur yaitu baju kurung bewarna putih atau baju yang tidak berangkai pada sisinya namun pada sisi bagian bawah terdapat hiasan berbentuk koin berwarna perak atau emas yang digantung secara berangkai (rumbai ringgit).
Sedangkan busana yang digunakan sebagai bawahan adalah kain tapis. Kain tapis adalah kain tenun tradisional Lampung yang terbuat dari bahan katun bersulam emas dengan motif tumpal atau pucuk rebung. Kain tapis bermotif sepeti ini biasanya disebut dengan nama kain tapis Dewasana (Dewo sanaw).
“Marga Anak Tuha disini berjumlah puluhan ribu berasal dari 11 kampung di Kecamatan Anak Tuha. Semuanya masih memegang erat dan patuh untuk melestarikan kebudayaan yang ada. Hal ini sangat bermanfaat bagi warga, khususnya dari segi kebersamaan, sopan santun dan tata karma, karena adat mengikat perilaku mereka,” tutur Hanafi.
Sementara itu, Bupati Lampung Tenga Mustafa yang juga tokoh adat Marga Anak Tuha menuturkan, prosesi Cangget Mupung Mupadun dan pemberian gelar tokoh adat merupakan bagian dari upaya pelestarian kebudayaan Lampung khususnya yang bermarga Anak Tuha.
Dirinya mengaku bangga karena warga masih bersemangat untuk melestarikan kesenian dan budaya yang ada. “Keberagaman suku dan adat istiadat merupakan bagian dari khasanah budaya Indonesia yang harus kita lestarikan. Saya bangga sekali, di tengah perkembangan zaman dan nilai-nilai budaya yang semakin luntur, namun masih ada warga yang ingin terus melestarikan kebudayaannya,” ujar Mustafa.
Mustafa yang bergelar Sultan Turunan Aji ini berharap upaya pelestarian budaya terus dilakukan masyarakat Lampung Tengah. “Tak melihat perbedaan, suku atau latar belakang budayanya, kita harus berupaya untuk menghidupkan kesenian, budaya dan kearifan lokal yang ada,” katanya.
“Lampung Tengah adalah minitaur Indonesia dengan keberagaman suku dan budaya di dalamnya. Mulai dari Lampung, Jawa, Bali, Sunda, dan suku lainnya ada disini. Jangan jadikan ini sebagai perbedaan yang memecah belah, tetapi jadikan ini sebagai kekayaan budaya yang harus terus kita lestarikan,” pungkasnya.(*)
Laporan Raeza Handani, Wartawan Jejamo.com