Jejamo.com, Kota Metro – Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Metro meminta agar rambu verboden atau larangan masuk di Jalan Ahmad Yani dan Jalan ZA Pagaralam segera dicopot.
Dewan menilai, penerapan verboden tidak menjadi solusi malah menimbulkan persoalan baru di kalangan masyarakat, khususnya pengguna jalan.
”Kami minta rambu verboden itu segera dicopot. Tidak ada manfaatnya. Termasuk rambu di Jalan yang mengarah ke rumah dinas wali kota, ketua DPRD, dan sekda. Kalau diterapkan verboden seperti itu, malah terkesan melarang masyarakat untuk dekat dengan pemimpinnya. Rumah Dinas Gubernur saja tidak seperti itu,” kata Wakil Ketua DPRD Kota Metro Fahmi Anwar kepada jejamo.com, Selasa, 13/12/2016.
Menurutnya, kemacetan di kedua jalan tersebut bukan disebabkan intensitas kendaraan yang melintas, melainkan karena kendaraan yang parkir sembarang badan Jalan Ahmad Yani.
”Nah, ini gunanya pemerintah. Harus tegas menyikapi hal itu. Kalaupun masyarakat ingin dekat dengan pemimpinnya dengan berkunjung ke rumah dinas, tidak jadi masalah kan. Asalkan tidak melanggar koridor aturan yang berlaku,” terangnya.
Pantauan jejamo.com di lapangan, hingga kini belum adanya pencopotan plang verboden yang ada di daerah tersebut. Akibatnya, masyarakat yang melintas juga merasa khawatir bila melanggar dan terkena sangai tilang.
Sebelumnya, Pemerintah Kota (Pemkot) Metro masih menunggu laporan Forum Lalu Lintas terkait percobaan one way (satu arah) di Jalan Ahmad Yani.
Asisten II Pemkot Metro Khaidarmansyah menjelaskan, saat ini pihaknya masih mensosialisasikan sistem one way Jalan Ahmad Yani melalui radio dan Satlantas Polres Metro.
“Belum ada tindakan hukum. Karena dua minggu sampai tiga bulan ke depan itu kami masih sosialisasi. Dan belum ada juga hasil laporan uji coba diterapkan sistem one way ini dari Forum Lalu Lintas,” terangnya akhir bulan lalu.
Ia mengaku, tanda jalur one way memang telah terpasang di beberapa titik jalan. Ini untuk memberitahukan masyarakat jika jalur Jalan Ahmad Yani diterapkan sistem satu arah.
“Minggu lalu kami sudah rapat dengan DPRD. Kan mereka menyarankan kami uji coba dulu, tidak langsung diterapkan. Dilihat dulu dampaknya sistem ini, macet atau lancar,” terangnya.
Khaidarmansyah menambahkan, pihaknya masih menunggu perkembangan di lapangan dari Forum Lalu Lintas.
“Kalau memang sistem one way Jalan Ahmad Yani ini lebih banyak mudaratnya untuk masyarakat, ya tidak diterapkan,” imbuhnya.
Pengguna jalan yang melintasi RSUD dari arah Ki Hajar Dewantara tidak setuju diterapkan one way. Dari 17 pengendara yang berhasil diwawancarai, semuanya menyatakan menolak.
Nurdiansyah, warga Metro Timur misalnya. Ia berpendapat, Kota Metro tidak mengalami macet seperti halnya Jakarta atau Bandar Lampung. Yang terjadi adalah penyempitan jalur (bottleneck).
“Saya dari kecil lahir di sini. Rumah saya paling 400 meter dari sini (RSUD). Ini kan macet kalau ada yang parkir di depan RSUD sama TK Pertiwi itu. Tambah lagi ada odong-odong itu muterin taman. Belum lagi angkot yang ngetem,” tandasnya.
Ade, pengendara lainnya menilai, one way tidak adil bagi masyarakat Metro Timur dan Metro Selatan. Pasalnya, warga dari dua kecamatan tersebut yang bakal terkena imbas harus memutar.
“Ini kan rumah sakit. Fungsinya buat emergency. Buat orang sakit. Ambulans saja bisa terabas lampu merah. Ini sama saja nyuruh yang sakit tambah sakit. Karena disuruh mutar dulu. Kan enggak adil. Apalagi kalau alasannya karena parkir liar dan banyak ruko, terlalu itu,” pungkasnya.
Laporan Haris Riyanto, Wartawan Jejamo.com