Jejamo.com, Jakarta – Akhir 2019, Indonesia hanya mampu tumbuh 5,02 persen, jauh dari asumsi yang ditetapkan pada APBN yaitu 5,3 persen.
Angka itu pun sangat jauh kalau dibandingkan dengan target RPJMN 2015-2019, yang konon akan akan mencapai 7 persen. Lagi-lagi pemerintah dinilai gagal dalam mengelola pertumbuhan ekonomi nasional.
Anggota Komisi XI DPR RI Junaidi Auly, menilai bahwa kegagalan pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi sangat mengecewakan.
“Kami menilainya hal ini adalah kegagalan yang berdampak signifikan bagi kesejahteraan rakyat, angka stagnannya pertumbuhan ekonomi kita itu bukti bahwa pemerintah hanya mengeluarkan janji manis tanpa merealisasikannya,” ungkap Junaidi di Gedung Parlemen, Senayan. (Senin, 17/2/2020)
Legislator PKS asal Lampung ini melanjutkan, ada beberapa catatan penting bagi kami terkait dengan realisasi pertumbuhan 2019.
Pertama adalah pertumbuhan triwulan IV yang hanya 4,96 persen. Ini sangat rendah karena biasanya triwulan akhir menjadi salah satu periode pemerintah menggenjot pertumbuhan.
Artinya, pemerintah gagal menstimulus ekonomi di tengah-tengah lonjakan belanja negara.
Kedua, kami melihat stabilitas inflasi yang bersifat semu. Ini terlihat dari penurunan inflasi umum yang tidak diikuti dengan perbaikan inflasi pangan dan daya beli.
“Inflasi pangan mencapai 4,5 persen, hampir menyamai pertumbuhan ekonomi. Jika demikian, ekonomi sangat terpasung oleh inflasi pangan,” ujar Junaidi.
Ketiga, dukungan sektor perbankan melempem, dengan pertumbuhan kredit sekitar 6 persen. Pada saat yang sama, laba bank umum terus tumbuh dan mencapai lebih dari Rp100 triliun.
Artinya, fungsi intermediasi kurang berjalan, tetapi fungsi bisnis terus melonjak.
Anggota dari Dapil Lampung II ini mengingatkan pemerintah untuk melihat tantangan ekonomi kedepan yang semakin kompleks dan butuh langkah-langkah komprehensif.
“Kedepan, realisasi pertumbuhan ekonomi semakin sulit. Apalagi dengan melihat ekonomi China yang semakin terpuruk karena virus corona. Pemerintah harus antisipasi karena masih banyak sektor yang masih bergantung pada China,” tutup Junaidi. []