Jejamo.com, Bandar Lampung – Marketing Komunikasi lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Lampung Hermawan Wahyu Saputra kesengsem dengan antologi puisi “Serdadu Rasa” karya Yoga Pratama.
Hermawan mengaku senang karena salah satu judul puisi dalam buku ini bercerita soal kemanusiaan di Suriah, tepatnya Ghouta. Ghouta sempat menjadi pembicaraan publik lantaran derita kemanusiaan yang terjadi di dalamnya.
Hermawan makin menikmati karya itu dalam bedah buku “Kumpulan Puisi Serdadu Rasa” yang dibedah pada hari ini, Senin, 17 September 2018 di Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Lampung. Ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Lampung Suwanda didapuk menjadi pembedah karya Yoga Pratama.
Diawali dengan pembacaan puisi karya Siswi SMA Negeri 1 Bandar Lampung Dinda Widia Putri yang berjudul “Air Bah”.
Puisi tersebut berhasil menjuarai FSL2N Tingkat Nasional di Aceh beberapa waktu lalu.
Menurut Dinda, buku kumpulan puisi Serdadu Rasa mempunyai bahasa yang santai. Selain itu disetiap bait penuh makna.
Pembedah Buku Serdadu Rasa yang juga Ketua FLP Lampung Suwanda mengatakan terima kasih kepada perpustakaan yang sudah menyelenggarakan kegiatan tersebut dalam rangka hari kunjung Perpustakaan 2018.
Menurutnya, ada banyak rasa yang ditumpahkan dalam buku besutan alumni Polinela tersebut.
Buku Serdadu Rasa sudah mengalami proses panjang yang ditutup dengan kebangkitan. Kita bisa melihat di bab terakhir.
Dirinya juga mengungkapkan ada empat rasa yang terangkum yakni tentang kesedihan, geram, rasa pribadi dan kebangkitan.
Kegelisahan bisa dilihat pada pada bab Sedadu Rasa, terlebih pada kalimat ada batu nisan bunga kamboja dan diriku. yang sangat lekat pada kegelisahan akhir kehidupan.
Suwanda juga menyarankan untuk memperkaya konten lokal Lampung dalam sebuah puisi.
Selain kegelisahan, Kumpulan puisi Serdadu Rasa juga mengandung rasa geram, itu sangat terlihat pada bab sosial politik.
“Ada kegeraman yang disampaikan penulis. Pada akhirnya keikhlasan menjadi penutup keputusasaan,” ucapnya.
Rasa ketiga yang kental dirasakan sendiri oleh penulis. Itu terasa pada kalimat tapi aku benar-benar lupa dibuku yang mana, namamu yang pernah ada di buku puisi itu.
Menurutnya, cinta dapat menghilangkan akal, seperti daun gugur di musim hujan. Sesuatu yang absurd tapi benar-benar terjadi.
Sebagai penutup, rasa berbunga-bunga, sebuah kebangkitan.
Pada kalimat Aku dan kamu pernah berencana membangun rumah kecil yang disesaki buku dan anak-anak.
Kegiatan bedah buku ditutup dengan pembacaan puisi tentang Ghouta, Yoga Pratama tak hanya mengungkapkan tentang percintaan namun ada bagian kemanusiaanya.
Hermawan Wahyu Saputra mengapresiasi atas kemauan penulis Serdadu Rasa menulis tentang Ghouta bagian dari Bumi Syam.
“Saat ini bumi syam terus diguncang konflik yang tak henti, semoga tulisan tersebut menggugah rasa kedermawanan masyarakat Lampung,” tutupnya dalam rilis yang diterima redaksi hari ini.(*)