Rabu, Desember 18, 2024

Top Hari Ini

Terkini

Air Konsumsi Warga Terkontaminasi Bakteri E Coli, DLH Kota Metro Sarankan Sedot Lumpur Tinja

Penyedotan lumpur tinja di rumah warga. | Dok.

Jejamo.com, Kota Metro – Penyedotan lumpur tinja menjadi salah satu cara alternatif dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Metro mengatasi pencemaran bakteri Escherichia coli atau E. coli terhadap air konsumsi warga.

E. coli sendiri merupakan jenis spesies bakteri gram negatif yang pada umumnya dapat ditemukan dalam usus besar manusia. Mikroorganisme itu disebut-sebut sebagai salah satu penyebab penyakit stunting pada anak.

Sekretaris DLH Kota Metro, Yerri Noer Kartiko, mengungkapkan hasil penelitian yang dilakukan Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan University of Technology Sydney (UTS) Australia menyebut bahwa 71 persen sumur warga di Bumi Sai Wawai telah terkontaminasi E. coli.

“Saya tadi katakan juga, jangan-jangan apabila kita lakukan penelitian 100 persen di setiap rumah-rumah warga seluruhnya, mungkin angka 71 persen itu bisa lebih besar lagi,” ucap Yerri, Sabtu, 23/7/2022.

Menurut Yerri, Kota Metro dipilih untuk menjadi tempat research perguruan tinggi asal Australia karena beberapa hal, di antaranya peningkatan jumlah penduduk di Bumi Sai Wawai yang cepat, kemudian luas wilayah kota yang terbilang kecil, lalu kegiatan eksploitasi air tanah yang banyak, sedangkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala kota tidak tersedia.

“Jelas ada reason-nya. Jadi, penentuan wilayahnya itu kan mereka tim risetnya punya metodologinya, ada klasifikasinya, ada kategorisasinya dan terpilihlah sejumlah wilayah tersebut,” ungkapnya.

“Berbagai upaya-upaya itu harus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat atas bahaya E. coli. Sementara, bagiannya DLH dalam hal ini, melakukan penyedotan lumpur tinja dari septic tank di rumah-rumah warga. Iya karena fokus kita di situ. Masalahnya, karena yang tercemar itu bukan air permukaan, tapi air yang untuk dikonsumsi,” lanjut dia.

Selain itu juga, Yerri juga memaparkan upaya lainnya, semisal memperbanyak IPAL Komunal ketimbang tangki septik personal.

“Misalnya gini, misalkan ada 5 rumah dengan jarak yang berdekatan, artinya ada 5 sumur dan 5 tangki septik juga kan? Tapi kalau dijadikan komunal, maka itu cuman ada satu tangki septiknya yang memang diatur jaraknya agar berjauhan dari sumber air,” tukasnya.

Sementara itu, Asisten Penelitian Dosen Teknik Lingkungan UI, Siti Maysarah, mengonfirmasi hasil riset pihaknya di Kota Metro.

“Kami dapat hibah dari Pemerintah Australia, dalam hal ini kami bekerja sama dengan UTS Australia, langsung dengan Research Director Profesor Juliet Willetts. Dia sebagai ahli tentang air, sanitasi dan perubahan perilaku. Beliau juga sudah lama berkecimpung dalam penelitian tentang air,” jelasnya.

“Kami juga sudah sesuai dengan standar ISO. Jadi, kalau perhitungan yang secara konvensional, itu pengujiannya bisa berhari-hari, nah, kalau yang kita gunakan ini pengujiannya itu selama satu hari, jadi, misalkan kita ambil air sekarang, itu kita analisis maksimal sampai 22 jam setelahnya,” sambungnya.

Menurut dia, E. coli yang dinyatakan mengontaminasi sumber air di rumah warga itu bukan bakteri yang mencemari. Namun, itu yang menjadi indikator untuk digunakan pihaknya guna mengetahui munculnya bakteri patogen atau bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Kemudian, bakteri patogen itu yang akan menyebabkan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pencemaran air misalnya diare, bahkan, dalam jangka panjang jika dikonsumsi akan dapat memicu stunting.

Sebelumnya, pihaknya sudah pernah melakukan penelitian di musim kemarau pada 2020 lalu. Sedangkan hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian di musim hujan pada 2022. Mereka menyimpulkan bahwa ada sekitar 71 persen air tanah yang terdapat di sumur rumah warga di Kota Metro terkontaminasi E. coli.

“Untuk penelitian bulan Juli ini, kami baru sampai tahap penentuan atau seleksi rumah warga yang akan kami ambil sampel air sumurnya. Kalau penelitian yang lalu itu lebih ke kondisi air dan perilaku, yang sekarang ini akan lebih melihat keterkaitannya ke kondisi septic tank,” ujarnya.

Berdasarkan hasil studi yang mereka lakukan, diketahui pencegahan kontaminasi E. coli pada air di sumur warga bisa dilakukan dengan merevitalisasi sumur. Misalnya dengan mengubah kondisi sumur tak terlindungi menjadi sumur yang terlindungi seperti ditutup, kemudian membangun septic tank yang kedap, memperhatikan jarak aman antara sumur dengan septic tank minimal 10 meter, memastikan air yang akan dikonsumsi itu dimasak sampai benar-benar mendidih dan disimpan di dalam wadah yang steril.(*)[Anggi]

Populer Minggu Ini