Jejamo.com, Bandar Lampung – Marbot Masjid Sunan Kalijaga Sarino mengatakan, bagi warga sekitar yang memanfaatkan air panas di masjid Sunan Kalijaga diminta memberikan dana seikhlasnya untuk keperluan masjid.
“Kalau ada warga yang ambil air ke sini biasanya kasih uang yang dimasukkan ke dalam kotak amal masjid. Tapi ada juga yang menyalurkan langsung, itu dikenakan biaya Rp50 ribu per bulan,” ujarnya, Sabtu, (27/7/2019).
Warga merasa adanya air panas itu menjadi berkah. Pasalnya, mereka mendapatkan pasokan air bersih. Meski panas, seperti diberitakan di artikel pertama, air yang dihasilkan dari sumur di masjid itu bersih dan layak konsumsi.
Sarino menceritakan, nama Masjid Sunan Kalijaga diberikan oleh seorang ustaz yang menjadi imam dan mengajar TPA.
“Dulunya masjid ini namanya Musala Istiqlal yang dibangun sejak 1983. Kmudian karena perkembangan waktu warga banyak dan sumbangan sana sini banyak. Akhirnya dibangun Masjid Sunan Kalijaga,” kata dia.
“Nama masjid diberikan almarhum Ustaz H. Ahmad Tori, dia yang mengelola TPA dan imam masjid sini,” sambungnya.
Menurutnya, air panas yang berada di masjid Sunan Kalijaga tetap stabil meski pada malam hari, musim hujan, dan musim kemarau.
“Inilah keistimewaan air di masjid, kadang sampai ada yang bilang airnya panas karena dari namanya Sunan Kalijaga,” urainya.
Keunikan lainnya, lanjut Sarino, air panas yang diambil kemudian diendapkan hingga dingin tidak akan tercampur dengan air panas jika ditaruh di atasnya.
“Jadi air panas dan dingin, kalau kita sentuh bawanya tetap dingin dan atasnya panas, kalau diaduk maka akan menyatu,” paparnya.
Sementara itu, Kodrat Surani (82) warga sekitar mengaku sempat heran juga kemunculan air panas di Masjid Sunan Kalijaga.
Pasalnya, sebagian rumah warga yang memiliki sumur bor air tidak panas seperti ini.
“Kalau panas kena matahari biasanya panas kuku atau hangat saja. Tapi ini panasnya beda agak menyengat. Dibandingkan dengan sumur warga lainnya, ada juga yang panas tapi tidak sepanas di masjid,” tandasnya. [Andi Apriyadi]