Jejamo.com, Bandar Lampung – Acara menonton bareng (nobar) film “Kucumbu Tubuh Indahku” di Gedung Dewan Kesenian Lampung (DKL), kompleks Pusat Kegiatan Olahraga (PKOR) Way Halim, Bandar Lampung, diwarnai insiden, Selasa (12/11/2019). Demikian rilis yang diterima jejamo.com.
Belasan pria yang sebagian berbaju putih mengenakan rompi bertuliskan Front Pembela Islam (FPI) Kota Bandar Lampung berteriak sambil memaksa panitia untuk menghentikan pemutaran film.
FPI memberikan ultimatum bahwa pemutaran film ini harus segera “dibubarkan”. Penonton diminta segera pulang dengan alasan bahwa film “Kucumbu Tubuh Indahku” adalah film yang melanggar etika dan moral bangsa.
Pihak penyelenggara, Klub Nonton dan Komunitas Dongeng Dakocan, merencanakan pemutaran film itu dalam dua sesi, yakni pukul 13.45 dan 15.45.
Namun, Dakocan terpaksa menghentikan nobar guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan.
Penikmat dan penggiat film yang merencanakan untuk menonton film pada sesi kedua pun merasa kecewa. Mereka di antaranya berasal dari Krui, Tanggamus, dan Kalianda.
Film “Kucumbu Tubuh Indahku” bercerita tentang penari Lengger Lanang. Film tersebut mengisahkan perjalanan Juno (Muhammad Khan) dari kecil sampai dewasa.
Ia lahir di sebuah desa kecil di daerah Jawa yang terkenal dengan penari Lengger Lanang atau penari laki-laki yang menari tarian perempuan. Kemampuan alami tersebut didapat dari lingkungan desa dan keluarganya yang sering meleburkan tubuh maskulin dan feminin.
Menonton film adalah bagian dari kebebasan ekspresi. Secara umum, kebebasan berekspresi penting karena beberapa hal, di antaranya untuk pencarian kebenaran dan kemajuan pengetahuan.
Selain itu, kebebasan berekspresi memungkinkan masyarakat dan negara untuk mencapai stabilitas dan adaptabilitas/kemampuan beradaptasi.
Penindasan atas kebebasan berekspresi bisa menimbulkan benih instabilitas karena masyarakat akan menjadi kaku dan tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan.
Kebebasan berekspresi merupakan salah satu elemen penting dalam demokrasi serta partisipasi publik dalam melaksanakan haknya secara efektif.
Apabila masyarakat tidak memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat atau aspirasi, maka dapat dikatakan bahwa proses demokrasi dalam suatu negara tidak berjalan baik. Hal ini dapat menimbulkan suatu pemerintahan yang otoriter.
Atas dasar itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung yang salah satu misinya mengembangkan demokrasi dan keberagaman menyatakan sikap, sebagai berikut:
1. Mengecam pembubaran acara nobar film “Kucumbu Tubuh Indahku”. Menonton film yang merupakan hak setiap individu dijamin konstitusi, yakni tertuang pada Pasal 28C ayat (1) UUD 1945.
2. Meminta elemen masyarakat untuk menghormati karya seni dan ekspresi warga negara.
3. Mendesak negara untuk memberikan perlindungan atas kebebasan berekspresi. []