Jejamo.com, Bandar Lampung – Organisasi profesi pers Aliansi Jurnalis Indepnden (AJI) Bandar Lampung menyesalkan larangan meliput bagi wartawan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Mutiara Putri.
Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan mengatakan, sesuai Kode Etik Jurnalistik Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik. Padli menyayangkan sikap rumah sakit yang melarang peliputan padahal si wartawan telah menjalani prosedur dan tugas jurnalistiknya.
“Seharusnya rumah sakit terbuka dan transparan. Apalagi ini ada dugaan kasus besar yang memang harus diketahui masyarakat informasinya,” kata Padli dalam rilis yang dikirimkan ke jejamo.com, Senin, 4/7/2016.
Menurut dia, pelarangan meliput bagi wartawan itu melanggar UU Pers dan mencederai kebebasan berdemokrasi. Padli menyebutkan, sesuai dengan aturannya, maka pelarangan itu juga bisa dikenakan sanksi pidana dan denda.
“Wartawan bekerja di bawah undang-undang. Sebab itu, siapa saja pihak yang melarang wartawan untuk bekerja bisa dikenakan sanksi dan denda sesuai UU No.40 tahun 1999 tentang Pers,” tegasnya.
Menurut dia, berdasarkan penuturan wartawan media online yang meliput, si jurnalis mengaku sudah meminta izin liputan terkait vaksin palsu di rumah sakit itu.
Tetapi, belakangan pihak rumah sakit menyatakan tidak ingin memberikan keterangan atau pernyataan. Bahkan, wartawan elektronik yang juga hendak melakukan liputan, tidak diizinkan mengambil gambar.
Sekretaris AJI Bandar Lampung Wandi Barboy menambahkan, RSIA Mutiara Putri tidak perlu takut dan alergi dengan wartawan yang meliput jika jurnalis tersebut berasal dari media yang jelas dan mematuhi kode etik jurnalistik.(*)