Jejamo.com, Bandar Lampung, Pada Rabu, 10 Juni 2020, sekitar pukul 13.00 WIB, Chairul Rahman Arif (Pemimpin Umum Teknokra) mendapat telepon dari nomor tidak dikenal mengatasanakan alumni Universitas Lampung sebanyak 12 kali panggilan.
Alumni itu menanyakan keberadaan tempat pengadaan diskusi tentang papua. Penelpon tidak menjelaskan identitas secara rinci.
Kemudian Chairul meminta penelpon mengikuti acara seperti yang ada di pamflet. Bersamaan dengan itu, Wakil Rektor 3 Unila, Yulianto meminta Chairul menemuinya.
Yulianto menyarankan untuk menunda diskusi atau menambah narasumber dari akademisi untuk ikut dalam diskusi. Namun, Teknokra tetap memilih diskusi tetap berjalan pada Kamis (11/6/2020) malam dengan narasumber yang ada. Teknokra juga berencana mengadakan diskusi lanjutan.
Lalu, pukul 19.39, Mitha Setiani Asih (Pemimpin Redaksi Teknokra) mendapatkan pesan kode OTP akun Gojek miliknya. Namun, Mitha tidak terpikir akan mengalami peretasan.
Tiba-tiba pesan WhatsApp masuk dari driver Gojek “P”.
Awalnya mitha tidak menduga pesan itu dari ojek online, Gojek. Ia mengira hanya nomor orang yang iseng. Lalu, telepon Mitha terus berdering ratusan kali dari driver Gojek.
Sejak itu ia menyadari bahwa akun di aplikasi Gojek-nya diretas. Saat Mitha membuka aplikasi Gojek miliknya, puluhan pesanan gojek sudah muncul di fitur pesanan, bahkan pesanan tersebut tidak bisa dibatalkan.
Chat pesanan seolah-olah Mitha benar-benar memesan dengan kalimat “sesuai aplikasi ya bang”, bahkan chatnya pun menyarankan untuk menghubungi akun WhatsApp Mitha.
Sampai sekitar pukul 21.47 WIB, akun Gojek-nya terus memesan makanan dengan titik yang disebar dimana-mana. Sampai akhirnya, Mitha bisa menghubungi call center Gojek untuk menutup akun gojeknya.
Tidak hanya akun Gojek, akun media sosial lain seperti Facebook, Instagram juga ikut diretas, karena Mitha tidak dapat mengakses akunnya.
Bersamaan dengan Mitha, setelah sebelumnya mendapat telepon dari orang tidak dikenal, pukul 20.28 WIB,
Chairul mendapat pesan teror melalui whatsApp dengan screen capture data identitas pribadinya, disertai dengan kalimat bernada ancaman untuk tidak menyelenggarakan diskusi.
Selanjutnya pukul 20.59 WIB, Chairul kembali mendapat pesan bernada ancaman untuk tidak melaksanakan diskusi yang dianggap memprovokasi masyarakat, bahkan orang tersebut menyebutkan data pribadi Chairul sudah dipegang dan mereka mengancam keselamatan orang tua dari Chairul. Pesan itu disertai dengan foto KTP chairul.
Aksi teror dan peretasan yang diterima dua jurnalis teknokra diduga kuat disebabkan oleh diskusi daring yang akan diselenggarkan teknokra tentang isu rasial terhadap Papua, pada Kamis, 11/06/2020, pukul 19.00 WIB.
Kabar terakhir yang diterima, salah satu pemateri dalam diskusi tersebut ikut mendapat peretasan pada akun Gojek dan WhatsApp.
Oleh karena itu tim, Koalisi Pembela Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi Lampung, yang terdiri dari LBH Bandar Lampung, AJI Bandar Lampung, Teknokra Unila, Aliansi Pers Mahasiswa Lampung, dan LBH Pers Lampung, menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengutuk teror terhadap jurnalis mahasiswa Teknokra Unila. Diskusi yang akan digelar Teknokra merupakan bentuk kebebasan berpendapat yang seyogianya mendapat perlindungan.
2. Mengecam keras aksi peretasan akun media sosial milik Pemred
Teknokra, serta aksi teror terhadap Pemum Teknokra. Teror dan peretasan itu tindakan tak beradab yang menciderai demokrasi dan kehidupan bermasyarakat.
3. Mendesak kepolisian mengusut tuntas aksi teror dan peretasan terhadap
jurnalis Teknokra.
4. Meminta negara untuk menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi
warga negara
5. Meminta semua pihak untuk menghormati kebebasan berpendapat dan
berekspresi setiap orang, serta tidak melakukan aksi teror, ancaman, dan
peretasan.
Untuk keperluan komunikasi, narahubung bisa menghuhungi Aktivis LBH Bandar Lampung Bowo pada nomor ponsel +62 812-7333-6934.
Bisa juga ke Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho pada nomor ponsel +62 852-7968-9700
Berikut lampiran laporan yang redaksi sertakan dalam rilis ini.
Pada tanggal 10 Juni 2020, sekira pukul 11.39 WIB, saya ditelpon seorang yang tidak dikenal sebanyak 12 kali. Namun, tidak terjawab karena saya masih ada agenda.
Setelah saya angkat, sesorang yang tidak dikenal tadi mengaku sebagai alumni Unila dan menyampaikan bahwa tertarik dengan diskusi yang saya dan teman-teman akan helat yaitu mengenai “Diskriminasi Rasial terhadap Papua”.
Ia menanyakan lokasi saya dan teman-teman meyelenggarakan diskusi tanpa memperkenalkan nama dan dari lembaga apa.
Namun saya tidak menjawab, karena saya curiga, kenapa jika tertarik dengan diskusinya sampai harus menelpon saya berkali-kali dan menayanyakan lokasi diskusi –yang jelas-jelas dilakukan secara daring.
Saya jawab saja diskusi dilakukan secara daring dan akan disiarkan di Youtube UKPM Teknokra, untuk sesi tanya jawab akan melalui kolom komentar yang nantinya akan panitia pilih lalu moderator sampaikan ke pada pembicara.
Karena tidak puas dengan jawaban saya, orang yang tidak dikenal tadi tetap menanyakan lokasi saya dan teman-teman.
Di lain waktu, pada 11:41 WIB, Prof. Yulianto, Wakil Rektor III Unila menghubungi saya. Ia menyampaikan keinginannya untuk bertemu saya di ruangannya. Pukul 13.40 saya bersama seorang reporter Teknokra menemui Prof. Yulianto.
Di dalam ruangan saya dan reporter ditanya maksud dan tujuan melakukan diskusi ini. Pihak rektorat sempat meminta agar diskusi ini ditunda, dan meminta untuk menambah narasumber lain dalam diskusi ini. Karena pihak rektorat menilai diskusi ini tidak berimbang.
Saya menyampaikan bahwa saya menerima sarannya. Nantinya akan diagendakan diskusi lanjutan terkait hal yang sama dengan narasumber lain. Pada Pukul 15.19 WIB, saya kembali dihubungi WR III. Beliau menyampaikan sudah melaporkan hal ini ke Rektor dan menyatakan pihak Unila tidak bertanggung jawab atas apa yang setelah ini akan terjadi.
Pukul 20.28 WIB, saya mendapatan ancaman melalui whatsapp dengan screencapture identitas saya yang terpampang jelas, E-KTP saya bocor dan saya diancam ancaman fisik oleh orang yang tidak saya kenal.
“Jangan macem-macemlah, segala bikin diskusi yang memprovokasi. Hati-hati saja nanti kalo di jalan bro,” demikian bunyi pesan mengancam itu.
Pukul 20.59 saya kembali mendapatkan pesan bernada ancaman, yang menyebutkan bahwa data saya sudah dipegang dan mereka mengancam keselamatan orang tua saya di rumah. Pengirm pesan juga membagikan foto saya yang tertera di KTP.
Pada 21.17 saya mendapatkan pesan yang mengaku dari ojek online, yang menyebutkan bahwa mereka meminta ganti rugi, padahal saya tidak install aplikasi ojek online apapun di ponsel saya. Pengirim pesan juga membagikan lokasi saya ke saya, dengan pesan bernada ancaman bahwa akan mendatangi saya.
Pukul 21.30 akun Grabfood narasumber diskusi yang akan kami helat juga terkena retas. Akun Grabfoot Pak Tantowi Anwari dari Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman (SEJUK) secara otomatis melakukan pemesanan.
Selain itu Whatsappnya juga diteror kemudian diretas. Rekening BCAny ajuga diretas, dan listriknya dipadamkan dengan sengaja oleh orang tidak dikenal.
Pukul 23:24 akun Instagram dan Facebook moderator dalam diskusi yang akan Teknokra diretas. Akun Instagram, Facebook, dan UKPM Teknokra juga diduga diretas karena kami tidak bisa mengganti kata sandi.(*)
Kronologis peretasan akun media sosial Mitha Setiani Asih, Pemimpin Redaksi Teknokra Unila. Mitha adalah moderator diskusi.
Rabu, 10 Juni 2020, sekitar pukul 13.00 WIB, Chairul Rahman Arif (Pemimpin Umum) mendapat telpon dari nomor tidak dikenal mengatasnamakan alumni Unila menanyakan keberadaan tempat pengadaan diskusi.
Penelepon tidak menjelaskan identitas secara rinci. Kemudian Chairul, meminta penelpon mengikuti acara seperti yang ada di pamflet.
Bersamaan dengan itu, Wakil Rektor 3, Prof. Yulianto meminta Chairul menemuinya. Prof. Yulianto menyarankan untuk menunda diskusi atau menambah akademisi untuk ikut dalam diskusi. Namun, teknokra tetap memilih diskusi dijalankan dengan narasumber yang ada dan akan mengadakan diskusi lanjutan.
Pukul 19.39, saya mendapatkan pesan kode OTP Gojek saya. Namun, saya tidak terpikir akan mengalami peretasan. Saya sedang mengakses YouTube, pesan WhatsApp masuk dari driver gojek “P”. Saya tidak menduga pesan itu dari gojek, saya kira hanya nomor orang yang iseng. Telpon saya terus berdering, ratusan kali dari driver gojek. Dari situ saya menyadari akun gojek saya di retas.
Kemudian, salah satu driver yang meminta saya membuka akun gojek saya. Saat saya buka aplikasi Gojek saya, akun gojek saya sudah keluar. Saya masuk dengan akun gojek saya dan puluhan pesanan gojek sudah muncul di fitur pesanan. Dan pesanan tersebut tidak bisa di cancel. Chat pesanan seolah-olah saya benar-benar memesan dengan kalimat “sesuai aplikasi ya bang”, bahkan chatnyapun menyarankan untuk menghubungi akun WhatApps saya.
Saya berinisiatif menemui salah satu driver dan mengatakan bahwa akun saya diretas. Sempat tidak percaya para driver karena memang akun yang digunakan memesan terpasang di Handphone yang saya gunakan.
Sampai akhirnya mereka melihat HP saya dipenuhi telpon tiada henti dan orderan. Sampai sekitar pukul 21.47 WIB, akun gojek saya terus memesan makanan dengan titik yang disebar dimana-mana. Sampai akhirnya saya bisa menghubungi Call Center gojek untuk menutup akun gojek saya. Dan saya kembali bisa mengakses akun gojek saya.
Pukul 22.57 akun Instagram dan Facebook saya tidak bisa diakses. Sekitar pukul 02.00 WIB, Akun saya bisa login, dan saya berinisiatif mengganti sandi namun tidak bisa. Dan ada aktivitas login di Australia. []
