Jejamo.com, Jakarta – Banyak pejabat di pusat dan daerah serta anggota DPRD yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sepanjang 2016. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pun mengaku prihatin.
“Tahun ini begitu banyak pejabat pusat dan daerah serta DPRD yang menjadi tersangka atau OTT khususnya oleh KPK. Setiap mendengar berita dan dapat surat pemeritahuan dari KPK atau kejaksaan dan kepolisian saya merasa sedih, prihatin,” ujar Tjahjo Kumolo di Jakarta, seperti dilansir Antara, Sabtu, 31/12/2016.
KPK baru saja melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Klaten Sri Hartini. Belum diketahui pasti kasus yang menjerat Sri.
Tjahjo mengatakan, dirinya kerap ikut merasa bersalah manakala mendengar informasi operasi tangkap tangan terhadap pejabat. Menurut Tjahjo, bagaimanapun kepala daerah dan jajaran Kemendagri dari pusat sampai daerah adalah keluarga besarnya, termasuk juga dengan DPRD.
Dia mengaku sering mengingatkan diri sendiri serta aparatur pejabat pusat dan daerah agar lebih berhati-hati serta memahami area rawan korupsi yang mendapatkan pantauan masyarakat serta penegak hukum.
Area rawan korupsi yang dimaksud Tjahjo antara lain masalah perencanaan anggaran dan retribusi, pajak barang dan jasa atau dana hibah, serta bansos dan pungutan-pungutan terkait penempatan jabatan.
Dia meyakini komitmen pejabat pusat dan daerah untuk menghindari praktik melanggar hukum sudah ada. Hanya saja ada yang tidak cermat dan masih berani berbuat diluar ketentuan dan koridor peraturan hukum.
“Ini yang selalu saya ingatkan termasuk peringatan buat diri saya sendiri,” kata dia.
Tjahjo mengatakan, Kemendagri bersama KPK dan BPKP, dalam hal pencegahan, terus mendorong daerah dan pusat menggunakan e-planning dalam semua hal dan e-katalog terkait belanja barang dan jasa. Dengan begitu, setidaknya akan ada transparansi demi efektivitas dan efisiensi anggaran.
“Kalau ini dilaksanakan harusnya sudah tidak ada lagi pejabat pusat dan daerah yang terkena masalah hukum apalagi OTT,” kata Tjahjo seperti dilansir Antara.
Menurut Tjahjo, jika proses perencanaan anggaran dan belanja barang, jasa dan khususnya penempatan jabatan apapun dilakukan terbuka atau transparan tanpa ada model pungutan/wajib setoran apapun, maka seharusnya pejabat dapat memegang amanah.
“Aspek pencegahan-pencegahan sudah banyak diberlakukan, berbagai warning untuk melaksanakan tugas dengan transparan. Menurut saya semua akhirnya tergantung pada mentalitas diri kita masing-masing, mampu atau tidak menahan ambisi memanfaatkan kekuasaan,” Tjahjo memungkas.(*)